Aksi Gerakan Mahasiswa STAIN Parepare (26/10/2017) |
Kali ini aksi terfokus di dua titik aksi yakni di kampus dan
kantor kemenag kota Parepare. Mahasiswa menuntut
pihak kementerian agama untuk turun menyikapi persoalan yang tengah diserukan
mahasiswa. Walau secara landasan hukum belum diketahui seperti apa kapasitas
kementerian agama dalam persoalan dilembaga pendidikan, walau diketahui bersama
kampus STAIN Parepare merupakan perguruan tinggi berbasis agama Islam.
Aksi yang berlandaskan atas berbagai macam persoalan ini
memang seharusnya disikapi secara serius, toh tuntutan mahasiswa pun sudah
se-politis mendesak pencopotan rektor. Walau begitu, mahasiswa seharusnya meninggikan
lagi perlawanannya, mulai dari konsolidasi-konsolidasi serta membuka ruang
terhadap solidaritas dari luar missal dari kampus lain.
Namun ketidakcakapan dalam mengolah isu masih menjadi
kendala bagi penggerak-penggerak aksi, diketahui belum ada langkah perlawanan yang
jelas selain aksi-aksi dan kampanye di media social. Padahal dalam skala
tuntutan seperti itu seharusnya melalui perlawanan letigasi juga, karena
tuntutannya sedikit sulit ditopang oleh isu dugaan penghinaan saja atau tindak
melanggar kode etik kepemimpinan yang dilakukan oleh ketua STAIN Parepare. Artinya,
mahasiswa harus paham betul isu yang diangkat menyerang secara personal atau
kepemimpinannya.
Kemudian perlu juga di analisa betul-betul bagaimana
konstalasi politik di internal birokrasi kampus, jangan sampai aksi tersebut
menjadi media perebutan kursi sesama pimpinan, walau demikian hal tersebut juga
bisa menjadi jalan atau opsi guna merealisasikan tuntutan dengan catatan mengikat
kontrak yang diserahkan oleh mahasiswa, kontrak yang berisikan point-point yang
menguntungkan kedua pihak antara pihak penyelenggara pendidikan dalam hal ini
kampus dan mahasiswa. Misalnya melibatkan mahasiswa dalam perumusan regulasi
atau kode etik kampus yang kemudian diharapkan tidak ada lagi regulasi yang
berindikasikan penyempitan ruang demokrasi kampus dan regulasi-regulasi yang
merugikan mahasiswa sebagai peserta didik.
Sumber Foto Nho' |
Dalam kondisi seperti ini, artinya disaat persoalan yang berefek kepada semua warga kampus, seharusnya mampu melibatkan sampai 100 % mahasiswa untuk bersikap, oleh karenanya mahasiswa yang sudah aktif sedari awal seharusnya memperkuat dan memperluas lagi dengan cara mengencangkan propaganda di kampus dengan menyebar terbitan-terbitan, pamphlet dan poster atau bahkan mendirikan posko-posko perlawanan, dan bahkan bisa belajar dari kampus lain yang pernah mengalami kondisi yang sama yakni mendesak penggantian rektorat walaupun dengan kasus atau isu yang berbeda, misalnya sweeping kelas-kelas, blockade akses kampus, pada intinya melumpuhkan aktifitas kampus.
Jika tuntutan sudah se-politis itu, jangan tanggung-tanggung,
tidak perlu ragu. Tetap solidkan, tetap terfokus pada apa yang dituntut sedari
awal.
Amang Soedjana Kontributor Emperan Kampus
dimana bisa ketemu?mau belajar byk hal .
BalasHapusketemu sama siapa mas ? sama redaksi Emperan Kampus atau Mas Amang Soedjana selaku penulis artikelnya ?
BalasHapusPosting Komentar
Berkomentarlah dengan tidak mengandung unsur SARA, menyinggung kelompok gender tertentu apalagi klub sepak bola, please jangan lakukan itu.