Isti Rukhmana (pemimpin Redaksi EMPERAN KAMPUS) |
Namun karena kondisi ekonomi global yang
tengah dilanda krisis memaksa rezim Jokowi-JK tidak hanya stag melelang
Indonesia di lingkaran-lingkaran modal di atas, tetapi juga dengan hubungan
Multilateral dan bilateral yang dijalinkan.
Tujuan pembangunan infrastruktur tidak lain
untuk memperlancar perputaran modal secara Nasional, bagaimana kemudian
produksi dan distribusi tidak pernah terhenti, karena harus di akui hal
demikianlah yang menopang Indonesia kini yang katanya kaya akan kekayaan
alamnya.
Bagaimana rezim Jokowi-JK melancarkan
pembangunan Infrastruktur, padahal hutang sudah hampir menyamai APPBN yaitu
3.800 triliun dan diperkirakan tahun depan mencapai 4.000 triliun yang artinya
setiap kepala rakyat Indonesia menanggung hutang 18 juta. Kembali ke pertanyaan
sebelumnya, bagaimana rezim Jokowi-JK melancarkan pembangunannya ? sumber APPBN
selain pajak adalah investasi BUMN, nah di rezim Jokowi-JK (demi melancarkan
pembangunan) berbagaimacam sumber pun dibuka, mulai dari TDL, subsidi BBM, dan
yang terbaru ialah alokasi dana Haji serta wacana zakat untuk negara.
Pertanyaan berikutnya adalah, apakah dengan
hal demikian diatas saja kemudian melancarkan pembangunan infrastruktur yang
menjadi semangat Rezim Jokowi-JK ? tidak ! gerakan rakyatnya harus di redam,
organisasi-organsiasi kritis mulai dari buruh, petani, sampai mahasiswa harus
disumbat mulutnya dan batasi geraknya, dengan apa ? jelas dengan
regulasi-regulasi yang tidak memihak kepada rakyat dalam hal ini elemen-elemen
kritis.
Gerakan buruh dipukul mundur di pertengahan
tahun 2015 dengan RPP no. 78 yang akhirnya disahkan juga. Gerakan buruh masih
sempat mempertahankan eksistensinya dengan melakukan konsolidasi serta aksi demi
menolak pengesahan RPP no. 78. Namun hal demikian justru membuat gerakan buruh
kalah telak, selain RPP 78 yang di sahkan menjadi PP 78 2015, gerakan buruh pun
dihadapkan pada persoalan kriminalisasi dan bentuk-bentuk intimidasi secara
langsung maupun tidak langsung.
Gerakan buruh pun terjebak didalam lingkar
ekonomismenya, seperti menyikapi permasalahan-permasalahan klasik seperti Upah
layak, sistem kerja kontrak dan outsourching, dan juga union busting. Terakhir
dan baru-baru ini dihadapi adalah revisi UU no 13 tahun 2003, padat karya
(pemangkasan upah) khusus wilayah Jawa Barat, serta mekanisme terbaru sistem
kerja magang.
Tidak hanya buruh, begitupun Petani dan
nelayan. Petani-petani dihadapkan pada pembebasan lahan pertanian, dengan
alasan pembangunan infrastruktur penopang modal tadi, seperti bandara, jalan
tol, serta rel kereta api, dan juga pembangunan pertambangan seperti halnya
masalah yang dihadapi masyarakat kendeng. Lain halnya petani, nelayan-nelayan
serta masyarakat pinggiran kota atau yang biasa disebut KMK (kaum miskin kota),
mereka dihadapkan pada masalah reklamasi dan penggusuran dengan alasan
penertiban dan tata ruang kota.
Permasalahan-permasalahn yang dihadapi rakyat
diatas tak membuat mahasiswa kemudian menjadi eksis dalam hal penyikapan,
justru sebaliknya, gerakan mahasiswa justru mengendor juga bahkan kehilangan
kecakapan sebagai seorang “Agent” di tengah-tengah rakyat.
Hal yang sama juga dialami mahasiswa, regulasi
dan kebijakan yang membuat mahasiswa tidak mampu bergerak leluasa ialah dengan
penyempitan ruang demokrasi, apalagi setelah dikeluarkannya PERPPU Ormas no. 2
tahun 2017. Penyempitan ruang demokrasi dapat juga kita lihat dari bergitu
refresifnya negara terhadap gerakan-gerakan kritis, pengawasan/pengontrolan
mahasiswa dengan regulasi kampus, yang membuat mahasiswa hanya terfokus
mengerjakan rutinitas akademisnya semata, kalau pun berkegiatan, paling tidak
mengerjakan kegiatan-kegiatan Event Organizer.
itulah yang kemudian membuat mahasiswa
kehilangan jati dirinya, kehilangan budaya dan tradisinya, sudah jarang lagi
kita temui diskusi-diskusi, konsolidasi dan aksi-aksi. Jika pun hal demikian
diikhwalkan, permasalahan-permasalahan seperti diatas akan dialami, seperti
refresifitas serta intimidasi dari aparat dan birokrasi kampus itu sendiri.
Belum lagi politik identitas atau kelompok fundamentalis akhir-akhir ini
mengambil alih panggung.
Hal itulah yang menjadi salah-satu salasan
mengapa Media berbasis online EMPERAN KAMPUS ada. Media yang terfokus dan
berorientasi pada gerakan mahasiswa ini berusaha mengajak kembali mahasiswa
untuk bersama-sama mendorong tensi gerakan mahasiswa agar segera meninggi. Hal
demikian menjadi urgent dan krusial untuk segera dibahas, budaya dan tradisi
harus segera dikembalikan yang akhirnya akan melahirkan generasi re-generasi
mahasiswa yang kritits, analitis, demokratis, serta gerak yang bervisi
kerakyatan.
Kelegowoan dari berbagai macam organisasi
harus mulai ditumbuhkan, demi cita-cita di atas. Walaupun begitu sulit melawan
penyakit klasik seperti eksklusifisme dan apatisme mahasiswa mulai dari
kelembagaan maupun individu-individu.
Apa iya, gerakan mahasiswa hanyalah sebatas cerita
lama dan kini menjadi mitos ? mari kita jawab dengan kesatuan teori praktek
masing-masing tanpa kooptasi senioritas dan elit politik.
Isti Rukhmana N. Pemimpin Redaksi Emperan Kampus
pada dasarnya gerakan akan semakin meninggi jika kita mampu menundukkan egoisme masing-masing kelompok maupun individu
BalasHapusPosting Komentar
Berkomentarlah dengan tidak mengandung unsur SARA, menyinggung kelompok gender tertentu apalagi klub sepak bola, please jangan lakukan itu.