Nafsuh Pembangunan Abai Kemanusiaan |
Jakarta, 10 Desember 2017. Arah pembangunan sejatinya adalah
menuju pencapaian cita-cita kemerdekaan Indonesia, yaitu terwujudnya kehidupan
rakyat Indonesia yang berkeadilan dan makmur. Pembukaan UUD 1945 menyatakan
secara eksplisit bahwa pemerintah dibentuk untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.
Namun demikian, setelah 72 tahun Indonesia Merdeka, dan 69 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, pembangunan bangsa belum berpihak pada segenap bangsa Indonesia. Bahkan, hari ini terlihat semakin mengabaikan pemenuhan kebutuhan dasar warga negara secara berkeadilan.
Salah satu faktor utama yang mendorong mundur pemenuhan kebutuhan dasar
rakyat Indonesia adalah pembangunan. Hal tersebut dikarenakan pembangunan
dipersempit maknanya menjadi hanya sebatas pembangunan ekonomi. Pembangunan
ekonomi hari ini hanya mengabdi pada pertumbuhan ekonomi yang digantungkan pada
keuntungan segelintir pengusaha saja. Dengan demikian, rakyat bukan hanya
tergusur ruang hidup dan kehidupannya dengan alasan proyek strategis nasional,
tapi tergusur oleh industri swasta dan asing dalam semua sektor kehidupan.
Di Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta contohnya. Rumah-rumah
rakyat dihancurkan, berikut lahan pertaniannya. Penggusuran paksa dilakukan
dengan dalih adanya proyek strategis nasional, pembangunan bandara New
Yogyakarta International Airport (NYIA). Hal serupa juga menimpa masyarakat
petani di Majalengka yang tergusur karena proyek Bandara Internasional Jawa
Barat dan masyarakat petani di Sumedang yang digusur untuk proyek DAM
Jatigede.
Selain itu, atas nama pembangunan juga telah mendatangkan ketidakadilan
dan kesenjangan kehidupan sosial di tanah Papua. Pada era pemerintahan Presiden
Joko Widodo, dengan semangat membangun di tanah Papua, tercatat ada 155
Perusahaan yang beroperasi di Papua. Perusahaan-perusahaan tersebut mengkapling
lahan 25,5 juta hektar di lahan gambut, yang mana hal ini merupakan cermin pemanfaatan
sumber daya alam secara eksploitatif, rusaknya ekosistem dan menimbulkan
benturan dengan masyarakat adat.
Saat pemerintahan Jokowi-JK memprogramkan distribusi lahan untuk rakyat,
disaat yang sama industri perkebunan besar dan properti (termasuk reklamasi)
terus mengakumulasi dan mengkonversi lahan pertanian dan wilayah kelola rakyat
di pedesaan dan pemukiman miskin di perkotaan. Saat ini pelanggaran HAM yang
terjadi di depan mata publik seakan menjadi normal karena dilegalisasi oleh
pemerintah ataupun melalui hukum yang tidak berpihak pada hak-hak rakyat.
Lebih jauh, rezim saat ini seakan kembali menghidupkan faham “pembangunanisme”
ala Orde Baru yang fasis. Sehingga siapapun yang mempertahankan hak asasinya
dalam memperjuangkan hak atas tanah, hak atas upah yang layak, hak atas pangan,
hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dianggap melawan pembangunan dan
dapat dikriminalkan.
Kriminalisasi terhadap aktivis buruh, pejuang HAM dan lingkungan hidup
masih terus terjadi. Bahkan solidaritas antar rakyat pun dianggap melanggar
hukum. Ruang-ruang demokrasi dan kebebasan berpendapat mulai dipersempit sesuai
degan kepentingan rezim. Larangan berserikat dan berkumpul mulai sering
terjadi dan tentu saja penegakan hukum terhadap pelanggaran HAM masa lalu
terabaikan, belum menemukan titik terang penyelesaian.
Ciri “pembangunanisme” ini
makin menguat dengan digerakannya birokrasi, aparat keamanan sipil dan militer
dalam setiap pemaksaan kehendak pembangunan oleh pemerintah dan swasta.
Ciri lanjutan adalah seluruh proyek pembangunan tidak dibangun untuk kebutuhan
rakyat disekitarnya, petani dan buruh, melainkan untuk mendukung terpenuhinya
kebutuhan infrastruktur industri swasta dan asing walau dengan mengorbankan
lahan pemukiman dan pertanian rakyat, upah murah hingga melanggengkan sistem
alih daya (outsourcing).
Berdasarkan
bacaan terhadap kondisi diatas, kami organisasi masyarakat sipil yang tergabung
dalam Koalisi Peringatan Hari HAM (Koper HAM) mendeklarasikan untuk
melawan seluruh pembangunan yang mengabaikan kemanusian dan keadilan sosial.
Demokrasi harus diselamatkan, pembangunan harus dikembalikan kepada
cita-cita kemerdekaan. Suatu pembangunan rakyat indonesia yang berdasarkan pada
penghormatan kemanusian dan keadilan sosial. Suatu pembanguan yang bertumpu
pada kemandirian dan kedaulatan rakyat dalam arti yang sebenarnya, pemenuhan
hak atas pangan, kesehatan, pemukiman yang layak, pendidikan, pekerjaan dan
lingkungan hidup yang baik dan sehat, memperhatikan keadilan gender, akses bagi
disabilitas, perlindungan terhadap perempuan dan anak, pengakuan bagi
masyarakat minoritas dan bebas dari korupsi. Tidak boleh ada satu manusia
Indonesia-pun yang terampas kemanusiaanya atas nama pembangunan.
Jakarta, 7 Desember 2017
Hormat Kami,
KOMITE
PERJUANGAN HAM 2017 :
LBH
Jakarta – WALHI – KontraS – Amnesty International – YLBHI – SSDemokratik – KPBI
– SGBN – KASBI – Jaringan Buruh Migran – LBH Pers – Kiara – UPC – JRMK – STH
Jentera – Millah Abraham – FMK- Kalabahu Buruh 2017- SP Danamon – Politik
Rakyat – KPO PRP.
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan tidak mengandung unsur SARA, menyinggung kelompok gender tertentu apalagi klub sepak bola, please jangan lakukan itu.