Andai Dilan Kuliah Di Parepare - Idam Bhaskara |
Menariknya kemudian ialah, entah apa yang begitu spesial
dari remaja penunggang kuda besi itu sehingga begitu digandrungi anak gadis
remaja, dicemburui anak remaja laki-laki. Apakah semua pembaca buku Kang Pidi Baiq seperti itu ? atau apakah
karena bukunya di film-kan yang kemudian si Dilan diperankan oleh Iqbal eks. CJR ? nyatanya Dilan
terlanjur telah membuat histeris gadis remaja bahkan ada yang sampai putus hubungan
hanya karena si cewek memaksa si cowok
berperangai seperti Dilan. Aduuuhh mohon melipir sejenak dari fantasimu dek,
sebelum kau bisa membeli pembalut
dari uang mu sendiri.
“Srrruuuutttt….”
Seruput kopi dulu sebelum lanjut. Nah tetapi menarik juga melihat fenomena
Dilan yang seolah menjadi barometer gadis remaja hari ini dalam mencari
pasangan hidup, pasangan hidup disaat mereka sudah siap menikah atau justru
kepaksa karena insiden dibalik kelambu. Tapi biarkan saja gadis remaja di kota
lain yang mengagumi Dilan dan menjadi intensitas berlebihan, untuk kita cukup
menjadi tahu saja seperti apa Dilan diluar gambaran yang dinarasikan lewat buku
atau lewat Iqbal Ramadhan yang memerankan Dilan dalam Dilan 1990 the movie, karena tak ada yang tahu apakah Dilan pernah
pacaran di ruangan UKS kemudian keciduk sama guru BP/BK seperti anak SMA pada
umumnya. Ehh.. gak pada umumnya deng, tapi jujur saya pernah melakukan itu.
“Ssrrruuuutttttt….” Seruput
kopi hingga tersisah ampas, toh warung sudah mau tutup kata si Ibu. Sempat
terpikir dan menjadi obrolan ringan (dalam arti sebenarnya : canda-candaan
mahasiswa). Obrolan itu dipantik oleh sebuah pernyataan absurd, andai saja
Dilan hidupnya di Parepare dan ia melanjutkan kuliahnya di STAIN Parepare. “kenapa bukan UMPAR boscu ?” celetuk
temanku. “ada mantanku di umpar sund*la
!” jawabku dengan tegas, berwibawa serta penuh keikhlasan, hhuuufftt !
Menarik juga ternyata si Dilan Parepare ini menjadi bahan
obrolan, nah anggaplah Dilan sudah menamatkan sekolahnya di salah satu SMA
negeri Parepare, yang kemudian karena Milea tak lulus di UNHAS akhirnya ia pun ngikut kuliah di STAIN Parepare.
Pertanyaan pertama yang dilontarkan temanku saat itu ialah,
kira-kira Dilan mengambil jurusan apa ? menurutku-yang berdasarkan pengamatan
atas intensitas media akhir-akhir ini, ditambah (kurang lebih) 2 menit trailer film Dilan-cukup memberi referensi
guna menciptakan Dilan versi Parepare, Dilan yang sedikit tengil itu bisa jadi memilih Tarbiayah dengan Prodi Pendidikan
Islam atau Bahasa Inggris. Tidak, jangan pikir saya mendiskreditkan Tarbiyah
sebagai jurusan yang menjadi pilihan bocah
tengil yang kadang budaya SMA nya masih kebawa. Kita tidak sedang bicara
baik buruknya jurusan atau prodi, toh ini berandai-andai juga kok. Lanjut,
pembenaran mengapa Dilan memilih prodi PAI atau PBI, alasannya karena Milea.
Dilan si bocah tengil itu sebenarnya di awal tak pernah niat kuliah, hanya saja
pengen bebas mencumbui Milea di kos-kosan ketika kuliah di Makassar, eh tapi
ternyata Milea kelempar balik dan akhirnya malah kuliah di STAIN Parepare. Nah
Dilan memilih PAI sudah pasti (sekali lagi) karena Milea juga, Dilan tak bisa
jauh-jauh dari Milea sebenarnya, karena perangai seperti Dilan ini memang agak
susah di tebak, berpenampilan rebel tapi penyayang loh. Milea sendiri memilih
PAI karena dimasa mendaftar sebagai
mahasiswa baru di UNHAS ia tinggal se-kos dengan senior yang aktif di komunitas
hijabers, bahkan Milea sering ikut dalam kajian komunitas tersebut selama masa
pendaftara di Makassar. Hal itulah yang kemudian merubah pola pikir Milea yang
secara tidak langsung terkontaminasi oleh
fenomena hijrah para mahasiswa-mahasiswi. Kasihan si Dilan, status pacaran
terancam oleh istilah Ta’arufan. Selanjutnya
menjadi alasan mengapa memilih PAI, guna menciptakan lingkungan yang mampu
mengarahkannya menjadi wanita sholehah dan istiqomah di jalan tersebut, Alhamduuu…. “Lillaahhhh….” Jawab serentak
teman-temanku.
Selanjutnya ialah pertanyaa berikut, apakah Dilan akan
menjadi mahasiswa akdemisi akut, atau
mahasiswa organisatoris yang kerjanya di basecamp mulu.. di basecamp mulu… di
basecamp mulu… “husshh … sudahi mi,
kentara sekali kayak massinggung” tegas temanku mencoba mengingatkan (untuk
menyamarkan “kebencian”). -Atau apakah Dilan akan aktif di keduanya atau
mungkin justru tidak ada sama sekali. Dilan dengan tampilan dan pembawaan rebellion seperti itu bisa dipastikan
berorganisasi, tapi tidak diawal semester, yang bagi dirinya begitu menyibukkan
dan membosankan. Dilan akan berorganisasi di semester-semester 3/4, didorong
karena Milea yang sudah semakin cerdas darinya hingga tak bisa di kibuli (baca: diballei) lagi. Terlebih
karena tingkat kedewasaan yang mulai terarah, serta mulai meng-up grade nalar
berpikirnya. Tetapi kembali lagi bahwa, Dilan yang memilih menyibukkan diri
dengan kesibukan akademisi bukan karena menopang nilai agar tetap baik kedepannya,
sebagaimana Sisfo STAIN Parepare yang
mengungkung ruang kreativitas mahasiswa, dengan memaksa mahasiswa menjadi
ternak kampus, kesibukan itu beralasan agar bisa tetap dekat sama Milea.
Anggaplah Dilan sudah semester 3 atau 4 seperti perkiraan
sebelumnya, jika pertanyaan selanjutnya adalah rasa ingin tahu dimana Dilan
menyibukkan diri setelah merapihkan urusan akademisnya, menurutku sosok seperti
Dilan ini akan aktif di Mispala dan sesekali aktif bersama mereka yang doyan mengutip atau menulis penggalan-penggalan
puisi modern di timeline facebooknya, karena sudah pasti Dilan akan menjadi
sastrawan millennial juga, sebagaimana gejala dan fenomena status up date mahasiswa di social media hari ini, yah menjadi
bagian dari generasi pecandu senja
juga pastinya. Oh iya, kemudian bagaimana dengan organisasi eksternal. Apakah
Dilan akan melibatkan dirinya di salah satu organisasi eksternal kampus ?
kupikir tidak ! alasannya karena Dilan bukan tipe mahasiswa event organizer.
Lalu bagaimana dengan Milea ? Tenang saja, status pacaran
Dilan dan Milea tidak akan se-ekstrim berubah menjadi ta’arufan, karena Milea
sendiri belum sampai pada pemikiran itu, setidaknya kepala sudah tertutupi dulu
dengan kain suci, begitu katanya. Dilan dan Milea akan tetap berhubungan sebagaimana
mereka di masa SMA, posisi Dilan di hati Milea tidak akan tergantikan walau
banyak mahasiswa lain yang piawai menyusun kalimat konspirasi retoris ngibulin cewek, begitupun sebaliknya.
Lalu siapa Milea sebenarnya ? Sosok seperti Milea ini banyak
kok di STAIN, kita menggarisbawahi saja bahwa Milea adalah mahasiswi yang
seperti Milea saat di gebet Dilan.
Atau anggap saja Milea adalah mereka yang sering mengutip kata-kata bijak
romantic di status WA-nya. Sudahlah, kita fokuskan saja pada Dilan.
Hubungan Dilan dan Milea tetap terjaga, walau kadang-kadang
Dilan disibukkan dengan agenda nanjak gunung,
begitupun Milea yang tetap menyempatkan jalan, walau kadang sibuk ngurusin
makalah sebagai tugas kampus, atau karena aktif di kajian-kajian muslimah.
Walau pun hari-hari mereka tetap romantis tetapi hal demikian belum mampu
mendorong Milea menggantikan posisi Ibu
Ainun sebagaimana Bapak Habibie memperlakukannya.
Toh Dilan dan Milea versi Parepare ini tidak akan di sponsori oleh Pemerintah Kota dalam pembuatan Patung atau
monumental. Dan lagi pula Dilan (sekali lagi) bukan tipe seperti itu, karena
menurutnya, lebih baik mengurusi rakyat miskin, memperbaiki sarana prasarana
seperti kesehatan, pendidikan, dll. ketimbang membuat patung. Itu kata Dilan
loh Pak.
Hubungan mereka tetap berjalan sebagaimana yang telah
digariskan imajinasi saya, dan untuk selanjutnya kalianlah para pembaca yang
menentukan bagaimana Dilan dan Milea di masa-masa menjadi mahasiswa akhir atau
setelah menjadi pengangguran bergelar
sarjana dihari esok.
Kita akhiri saja mengandai-andaikan Dilan ada di Parepare.
Bukan itu pokok perkara yang ingin di gariskan sebagai dalil dari tulisan absurd ini. Intensitas dan kehebohan Dilan di
social media memang tak bisa dibendung apalagi frontal melawannya, fenomena
Dilan yang begitu massif dan hegemonic ini tak bisa di hentikan begitu saja,
kita cukup tidak ikut-ikutan memperuncing euphoria, apa lagi jika ada seseorang
yang naik ke podium kemudian mengaku sebagai Dilan di dunia nyata, oh Tuhan
jangan sampai terjadi, karena dampaknya akan memecah Ummat dalam hal ini para
pembaca karya Pidi Baiq. Salah satu
dalilnya ialah, bagaimana kemudian tetap menempatkan Dilan sebagai bagian dari hiburan semata, karena jangan sampai
fenomena Dilan menggiring kefokusan kita sehingga lupa konstalasi politik
negeri yang tengah memanas menjelang pemilu 2019.
Untuk gadis remaja Parepare atau mahasiswi Parepare, cukup !
jangan memaksakan pacar kalian menjadi Dilan. Menjadi Dilan itu susah, dua kali sebulan nangkring di bengkel
ganti oli motor. Lagi pula kalau di ajak jalan, mentok-mentok ke tanggul
Cempae, atau mungkin di sepertiga malam mojok di Lapangan A. Makkasau nontonin
balapan motor. Selanjutnya kalau pun gadis remaja ini begitu menggandrungi
dilan sampai-sampai selalu dibuat penasaran oleh sosoknya, dan kalau karakter
Dilan ini benar-benar ada atau nyata, bisa jadi kalian tidak akan mau
memacarinya. Dilan sudah menua pasti, begitu pun si Dilan yang menurutku tidak
akan mau juga memacarimu, toh dia bukan tipe phedofilia dan juga tidak seperti orang-orang yang mengaku
menjalankan sunnah dengan berpoligami, tapi nyarinya yang cantik dan muda, kan
kamvret !
Nyatanya Dilan kini menjadi idola dan barometer gadis jaman
now mencari pacar. Oh Tuhan beritahu aku, karomah
apa yang Engkau titipkan pada Dilan. Sampai-sampai gadis remaja dibuat
(seolah) histeris karena perangainya. Tapi tidak ! saya tidak ingin menjadi
Dilan bukan karena itu, tapi bahkan lebih mulia dari pada itu.
Menjadi Dilan sebenarnya mudah saja, karena menjadi Dilan
tidak serumit membuat barongko dengan
daun singkong. Menjadi Dilan sebenarnya tidaklah sulit, dan tidak seribet
menggoreng telor mata sapi dengan rice cooker. Karena menurut Kang Pidi
Baiq, “Dilan adalah Hamba Allah sama seperti kita semua, Dilan adalah siapapun yang
sama seperti Dilan dalam mendapatkan Milea”tapi sayang sampai sekarang saya
belum tahu bagaimana Dilan mendapatkan Ridho
Allah Subhanahuwataa’la.
Sudah lah, kita akhiri saja tulisan ini dengan dalil selanjutnya,
bahwasanya tidak perlu kita berusaha menjadi Dilan, karena menjadi Dilan
hakikinya adalah bagaimana menjadi diri sendiri. Sebagaimana ungkapan Kang Pidi disalah satu acara : “jangan berusaha menjadi orang lain,
berusahalah menjadi dirimu yang lebih baik dari kemarin. Karena berusaha
menjadi orang lain, secara tidak langsung kau telah mendzolimih dirimu yang
khas”
IdamBhaskara
(Graphic Designer Ngemper!)
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan tidak mengandung unsur SARA, menyinggung kelompok gender tertentu apalagi klub sepak bola, please jangan lakukan itu.