Mahasiswa 3K (Kampus, Kost & Kampung)


Pada saat saya masih kuliah S1, saya pertama kali mendengar istilah ini dari senior saya dari kampung. Ketika itu, senior saya memberikan satu wejangan khasiatnya kepada penerus-penerusnya yang akan menjalani kehidupan sebagai mahasiswa, “kalo mahasiswa itu jangan hanya mengenal 3K, apa itu? Kampus, Kost, dan Kampung” begitu seingat saya, mungkin anda juga pernah mendapat perkataan seperti ini dari senior-seniornya dikampus. Pada awalnya saya berfikir, bahwa apa yang disampaikan para senior ini adalah hal yang semestinya dijalani sebagai mahasiswa rantau, yah..! memang semestinya, karena kampus adalah tempat kita kuliah, kost sebagai tempat istirahat sepulang kuliah, dan kampung adalah tempat kita kembali kepada orang tua, dan teman-teman yang kita tinggalkan dari kampung. Setelah mendengar panjang lebar penjelasan dari senior saya tentang 3K tersebut, apa yang terlintas dalam benak pikiran saya, berbeda apa yang dimaksudnya.

Istilah Kampus, Kost, Kampung atau disingkat “3K”, ternyata merupakan istilah yang ditujukan kepada mahasiswa yang tahunya cuman kuliah dikampus, setelah kuliah pulang ke kos untuk tidur dan ketika musim libur semester tiba, memilih untuk pulang kampung, begitu seterusnya. Namun, era sekarang mungkin akan berlainan dengan kondisi masa lalu, dimana pada masa sebelumnya, biaya hidup “mungkin” belum cukup banyak dibandingkan sekarang yang mengeluarkan duit yang banyak seperti duit untuk beli pulsa, internet, transportasi, makanan, kos-kosan, dan keperluan sehari-hari lainnya yang kian tahun semakin mahal, termasuk juga biaya kuliah yang semakin mahal dari tahun ketahun. Akan tetapi hal ini jangan sampai hanya menjadi alasan pembenaran. Jika hanya karena persoalan biaya mahal sehingga aktivitas rutinitasnya cuman kampus, kos, dan kampong, Saya kurang setuju, meskipun ada sebagian orang memang benar-benar tidak mampu dan hanya mengandalkan beasiswa, tetapi ini juga tidak menjadi alasan sepenuhnya.

Orang tidak bisa memanjat pohon kelapa dengan tinggi 10 meter jika orang itu memang tidak bisa memanjat pohon kelapa, kecuali latihan beberapa hari untuk bisa memanjat. Analogi ini akan menjelaskan alasan yang tidak bisa saya terima dan merupakan alasan pembenaran dimana mahasiswa hanya memilih kampus, kos, dan kampung sebagai aktivitas kesehariannya selama menjadi mahasiswa. Bagaimana bisa ada seseorang memilih kuliah jauh-jauh dari kampung halamannya jika biaya hidup dan kuliah tidak mampu? Bahkan orang yang tidak mampu sekalipun bisa dengan biaya bantuan dari pemerintah seperti beasiswa bidikmisi, beasiswa berprestasi dan berbagai macam bentuk beasiswa lainnya. Jadi, alasan hanya memilih kampus, kos, dan kampung sebagai aktivitasnya karena biaya mahal merupakan alasan pembenaran dan bisa dikatakan sebagai korban hasutan dan buah hasil dari hegemoni kapitalisme yang takut akan kritik dan perubahan sosial yang bisa lahir dari intelektual-intelektual yang progresif. Kita sudah termakan rayuan setan, bukan kah setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia? Dan itu harus dilawan.

Istilah Kampus, Kos, dan Kampung ini merupakan sindiran halus tetapi menyayat hati kepada mahasiswa yang tahu nya hanya Kampus, Kost, dan Kampung tanpa ada aktivitas lain. Aktivitas lain itu seperti menambah pengetahuan, wawasan, kreativitas dan tentunya memperluas langkah karena telah mengenal banyak kawan. Hal ini yang kemudian tidak diperhatikan oleh generasi di era dimana pendidikan telah dikomersialisasikan seperti sekarang ini, kampus yang secara subtansinya adalah tempat mendapatkan ilmu pengetahuan telah menjadi perusahan pencetak manusia-manusia yang patuh, penakut, dan menjadi tenaga-tanga kerja murah, atau menjadi seorang penindas baru.

Kebutuhan untuk menambah wawasan, ilmu pengetahuan, kreativitas, dan kritis melihat situasi sosial, ekonomi dan politik negara di dunia yang tidak lagi menjunjung tinggi kemanusiaan adalah merupakan satu tugas pokok yang harus di jalani sebagai seorang mahasiswa. Bukan hanya tahu mengerjakan tugas kuliah, mengejar IPK, ke kost tidur main game, kemudian pulang ke kampung ketika libur kuliah tiba dan seterusnya.

Saya akan menambahkan hal yang penting dilakukan oleh mahasiswa selain yang saya sudah sebutkan diatas tadi, yaitu mahasiswa seharusnya lebih kritis melihat fenomena sosial yang ada sekarang dimana kesenjangan sosial, ekonomi dan sebagainya telah menjadi tanggung jawab seorang mahasiswa yang memilki waktu untuk belajar dan menganalisis situasi kemanusiaan yang tidak manusiawi lagi. Pendidikan mahal, biaya hidup mahal, semuanya serba mahal dan harus menggunakan uang untuk menyelesaikannya, hanya segelintir orang yang memiliki uang dari sekian uang yang di edarkan oleh pemerintah kepada masyarakat, belum lagi pembungkaman demokrasi yang terus saja dilakukan oleh penguasa. Baik itu penguasa atas negara maupun penguasa kampus yang ikut berperan dalam pembungkaman demokrasi mahasiswa dan rakyat secara luas dan sistematis.

Memilih terjerumus ke dalam hegemoni kapitalisme yaitu mendorong mahasiswa hanya bisa tahu Kampus untuk kuliah dan lulus, Kos, dan Kampung adalah merupakan suatu kemunduran. Jika tetap memilih jalan yang di inginkan kapitalisme, maka seperti yang dikatakan oleh Widje Thukul bahwa kita akan telah memperpanjang sejarah perbudakan manusia atas manusia lainnya.

Bustamin Tato (Dosen Fak. Tehnik Univ. Patria Artha Makassar)

Edt. Amirah

Berkomentarlah dengan tidak mengandung unsur SARA, menyinggung kelompok gender tertentu apalagi klub sepak bola, please jangan lakukan itu.

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan tidak mengandung unsur SARA, menyinggung kelompok gender tertentu apalagi klub sepak bola, please jangan lakukan itu.

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama