Perempuan. Ada anggapan bahwa Tuhan sedang
berlaku pamer saat menciptakannya. Seperti kata Pidi Baiq dalam novelnya
"Dilan", yang kabarnya telah menghegemoni banyak kepala untuk latah
merindu setelah tayang di bioskop kemarin, dari yang masih bau kencur hingga
yang sudah kendur. Namun, pernyataan setinggi itu belum mampu memangkas banyak
tatapan yang melihatnya bak seonggok daging. Serupa anjing yang sedang
meneteskan liur saat menatap tajam mangsanya. Terkadang saya dan mungkin juga
anda adalah anjing itu.
Bersama makhluk indah ini, Tuhan menitipkan
anugrah yang tak jarang digunakan oleh para penganjur keshalehan bermazhab
selangkangan (meminjam istilah Ust. Ach Dhofir Zuhry) untuk menggiring umat
dibawah komandonya, dengan berbekal media propoganda yang hanya peduli pada
rating. Katanya, itu adalah balasan di surga kelak. Sungguh, interpretasi surga
yang terbilang begitu duniawi. Bagaimana tidak, jika yang dimaksudkan hanya
terhenti pada lapisan kulit saja.
Alasan senada, melalui akun twitternya, Prof.
Nadirsyah Hosen, melayangkan cuitan perihal kenikmatan terbesar yang akan
diraih setiba di surga kelak (saya kutip dari tulisan Mas Arman Dhani di Mojok).
Tidak sama kebanyakan yang disampaikan para ustad di teve, yang sanad
pengetahuannya masih menjadi soal. Dengan ijtihad, beliau mengemukakan bahwa
puncak dari segala kenikmatan adalah saat seorang hamba yang demikian
kasmarannya diperbolehkan memandang wajah-Nya. Apakah tidak mungkin, jika
dengan setetes gejala-Nya saja mampu merobohkan keangkuhan Musa dan Tursina.
Tentu yang dimaksudkan beliau jauh dari perkara bidadari dan seks.
Bukan menepis pernyataan mereka. Sebab, tak
ada kelayakan atas diri ini untuk melakukannya. Hanya saja, saya pribadi memiliki
sudut pandang yang tidak membatasi maknanya secara harfiah. Dalam kacamata saya,
peranan makhluk bernama perempuan ini tidak akan sepicik itu. Ia tidak dicipta
menjalankan tugas sebagai penebar tontonan paha dada. Ia istimewa laksana
kampung halaman yang selalu menawarkan keteduhan dan kenyamanan. Ia adalah
tempat dimana segala kelahiran bermula. Sebuah kemuliaan yang disandangkan
hanya kepadanya. Sama seperti kemuliaan buku, ia adalah pintu peradaban.
Sebagai tambahan, tak ayal jika kita memilih
abai terhadap pelajaran yang dapat diperoleh dari pristiwa besar para
pendahulu. Termasuk, riwayat manusia pembuka, bapak seluruh manusia, Nabi Adam,
AS. Konon, diawal mula penciptaannya, Adam tampak baik-baik saja. Ia menikmati
segala kemewahan fasilitas tiada tara. Hingga suatu saat kemurungan melanda dan
menghapus tawanya. Ia tengah mengidap rasa sepi akut. Segala suguhan nikmat di
surga tak kuasa melenyapkan sepi yang tengah ia rasa. Hal yang sama bagi Majnun
saat kehilangan Laila. Ada kekosongan jauh di lubuknya. Ia pun gundah menampung
dahaga hebat akan rindu yang tak menentu. Rindu yang ia tak tahu mesti
ditujukan kemana, bak kompas yang kehilangan arah. Sepotong lirik lagu Armada
mungkin bisa menggabarkan keadaannya, lirik yang jika dituliskan dalam versi
Yunani akan seperti ini: "Quo Vadis
Rindu?" (Mau dibawa kemana rindu ini?).
Setelah begulirnya masa. Lambat laun, keadaan telah memihak padanya. Kekosongan itu berangsur terisi. Oleh karena kemurahan Tuhan, Sang Maha mengetahui ihwal apa yang dikehendaki hamba-Nya, termasuk mencipta penawar sepi yang dapat mengembalikan semangat pada raut Adam. Obat manjur yang tak bukan adalah seorang perempuan. Perempuan yang kemudian disapanya Hawa dengan nada mesra.
Dari penggalan kisah seputar manusia pertama
ini, tentu kita akan mengerti etika memperlakukan seorang perempuan. Tanpa
kehadirannya, maka tak akan ada kehidupan. Jikapun dipaksa meng-ada, tentu kita
menjalaninya penuh dengan balutan sepi dan sedih. Akan ada banyak ukiran
kesedihan di wajah-wajah para abdi, sebagaimana Adam sebelum tiba kelahiran
Hawa. Olehnya itu, tak heran ketika kaum Adam akan selalu menitipkan rindu pada
sosok perempuan, seperti dikala merindu pada kampung halaman dari tanah
seberang.
Abdurrahman Wahid Abdullah (Kangur)
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan tidak mengandung unsur SARA, menyinggung kelompok gender tertentu apalagi klub sepak bola, please jangan lakukan itu.