Pernyataan mundur Abdullah Azwar Anas dari pencalonan bakal
calon wakil Gubernur membuat peta politik di Jawa Timur berubah. Calon yang
diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan berpasangan dengan Saifullah
Yusuf (Gus Ipul) menyerahkan mandat kembali ke partai. Mundurnya Azwar diduga
berkaitan foto “asusila” mirip dirinya yang beredar di media sosial. Foto syur
paha mulus dan botol Wine menghalangi cita-cita Azwar untuk maju dalam
pertarungan Pilkada langsung Jawa Timur
Serangan terhadap Azwar dengan menggunakan foto
"asusila" tepat menghujam jantung pertahanan koalisi PDIP -PKB.
Bagaimana tidak, pasangan Gus Ipul - Aswar digadang-gadang menjadi pasangat
kuat Pilkada Jawa Timur.
Isu asusila yang dijadikan kampanye negatif dalam pemilihan
langsung kepala daerah menjadi alat ampuh untuk mematikan langkah lawan politik.
Isu ini tentunya akan dipakai juga di pemilihan kepala daerah di wilayah lain.
Kampanye negatif dan kampanye hitam (Black Campaign) di Pemilihan Kepala daerah masih akan menghiasi
proses demokrasi yang sedang berlangsung. Karena cara-cara tersebut dianggap
jitu untuk menjatuhkan karakter personal kandidat.
Selain isu asusila, kasus korupsi, asmara, persangkutan
dengan narkoba dan kenakalan-kenalan lain yang pernah dilakukan bakal calon
akan dijadikan senjata pamungkas lawan politik. Apalagi jika calon tersebut
dianggap lawan yang kuat. Kesalahan-kesalahan masa lalu bisa muncul
kepermukaan. Bahkan kenakalan saat remaja bisa diungkit untuk menjatuhkan
karakter dan popularitas.
BACA TULISAN DI RUBRIK OPINI LAINNYA : TENTANG PEREMPUAN
Di zaman demokrasi liberal seperti sekarang ini,
mengungkit-ungkit kejelekan dan kesalahan seseorang masa lalu calon kepala
daerah dianggap lumrah. Lawan politik akan mencari celah untuk menjatuhkan
lawannya. Tujuannya untuk menghambat laju perolehan suara.
Apalagi di era digital dimana orang bisa merekayasa gambar,
cerita dan isu yang bisa disebar di media sosial. Dalam hitungan detik,
pengguna media sosial bisa langsung melihat dan membaca berita yang beredar.
Bagi simpatisan dan tim pemenangan dari kandidat yang menjadi pesaing
menggunakan isu tersebut sebagai bahan kampanye. Warganet (netizen)
Meski strategi menggunakan cara penghancuran karakter individu menciderai demokrasi dan tidak mendidik rakyat namun dianggap wajar. Tim pemenangan dari calon kepala daerah mengganggap hal tersebut sebagai strategi politik untuk memenangkan jagoannya. Tidak jarang dianggap strategi paling jitu.
Pada akhirnya rakyat memilih tidak menilai program dari
pasangan kandidat. Tetapi menjatuhkan pilihan berdasarkan suka dan tidak suka
terhadap perilaku individu calon masa lalu. Mungkin saja kenakalan waktu masih
kanak-kanak akan diungkit juga. Merebut permen temannya, menjambat rambut,
mengejek, merokok di sekolah, banyak pacar (playboy),
akan dijadikan bahan propaganda untuk menjatuhkan lawan.
Jadi, jangan nakal jika punya keinginan untuk jadi kepala
daerah.
Akbar T. Arief (Dep. Pendidikan dan Propaganda Sentral Gerakan Buruh Nasional)
Penulis adalah Pegiat literasi, mata minimalis dan berkacamata tebal ini adalah alumnus Fak. Ilmu Politik Univ. Gadjah Mada Yogyakarta. Saat ini sedang melalakukan penelitian tentang peran perempuan dalam karya-karya Pramoedya Ananta Toer. Telpon/WA : 085328227508
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan tidak mengandung unsur SARA, menyinggung kelompok gender tertentu apalagi klub sepak bola, please jangan lakukan itu.