Pagi telah pergi, matahari makin lama makin menyengat,
padahal jam baru
menunjukkan pukul 09.20 WITA tapi rasanya panas sekali. Saya
heran kenapa banyak orang desa mau ke kota,
padahal kalau di desa
jam begini saya masih bermain bola di lapangan
sekolah dan tidak
ada rasa panas yang menyengat. “Mungkin
karena na kena maka budaya
kota, jadi jam begini panasmi saya rasa”, tuturku dalam hati.
Hari ini saya mau ke kampus. Nama
saya Awi. Saya
sebenarnya sudah semester 5 di
sebuah universitas
negeri di kota ini, tapi beberapa hari yang
lalu saya pindah ke universitas swasta mengambil jurusan pendidikan dengan
mengulang semester menjadi semester 3. Oh iya, saya sudah mau berangkat ke kampus. Selaku
anak baru,
saya harus rajin dan bergaya layaknya mahasiswa idaman. Di kampus, saya sudah ada janji sama teman waktu di
sekolah dulu.
Jam kuliah telah usai, tadi saya mendapat pesan singkat alias sms, katanya disuruh tunggu di kantin. "Tungguka di kantin, pesan mako 1 kopi tanpa
gula untuk saya, kau terserah mau minum apa dan jangan hubungika dulu
sibuk ka ini. Datang jika nanti itu 30 menit ke depan". Begitu
sms dari teman saya ini.
BACA TULISAN LAINNYA DISINI
Kopi ini sudah tak panas lagi. Saya sudah menunggu lebih dari 30 menit, tapi dia tak kunjung dating. Saya berniat untuk menelfonnya,
tapi saya urungkan niat itu. Takutnya dia betul-betul sibuk, karena saya
tahu kalau dia juga mahasiswa yang aktif di ormawa kampus. Kata
orang-orang, dia juga memiliki posisi penting di ormawa yaitu, ketua kah atau wakil. “Entahlah, tidak usah pikirkan”, gumamku
dalam hati sembari emosi mulai menghampiri. Kalau begini terus saya akan
datangi saja tempatnya walaupun saya tidak tau dimana sekretariatnya. Baru
juga saya ingin beranjak,
teman saya ini tiba tiba muncul dari belakang. "Hei dari tadi ko ga disini?", sambil menepuk
pundakku. "Ah tidakji, sibuk apa memang ko tadi?", jawabku sambil ada
sedikit rasa emosi.
Temanku ini bernama Wawan,
dia semester 5 di kampus ini. Walaupun seangkatan waktu di sekolah, yah
sebagai konsekuensinya karna saya baru pindah, secara tidak langsung saya
junior dibanding Wawan. "Sudah moga pesan?”. “Tante Susan bakwan ta 5
ribu" kata wawan sambil memperlihatkan karismanya di depan mahasiswa lain
di kantin ini. "Oh...ternyata namanya Tante Susan. Dia cekatan dan
peramah, pantas saja kantinnya sering ramai", tuturku dalam hati. "Ada
cas hp mu ga, pinjam ka dulu mauka main game perang perang" saut Wawan
kepadaku. "Tidak di sekolah, di kampus pun kau masih main game. Sepertinya
dunia mu sekarang dunia game. Saya kira je aktif ko di ormawa di sini",
kubalas tuturnya dengan sedikit interogasi.
"Bukannya sok
sok-an, saya cuman tidak terlalu suka dengan orang yang menghabiskan waktunya
dengan game, kan lebih baik lagi kalau waktu itu digunakan dengan baik", lanjut
sautku ke wawan. "Agaje tu tappa serre bawang (istilah trend jaman ini)", saut wawan
sambil melihatku. "Bukannya begitu tapi kau kan seorang aktivis, lumayan terkenal juga di kampus, banyak
hal yang bisa kau lakukan", ucapku. Di dalam hati pun berkata pada Wawan “Inimi
salah satu aktivis yang hedon plus apatis”. "Wisssh santai moko je",
jawab Wawan sambil main game. Saya pun sudah mulai geram sama Wawan, mungkin
ini efek kelamaan menunggu. "Pantas begini ji bangsa ta, kalau kaum
pelanjut estapet kepemimpinan sudah masuk dalam budaya landscape, saya pindah kesini karena di kampus lamaku
banyak juga yang sudah masuk dalam dunia game, ternyata di sini pun teman
saya sendiri yang masuk (rasanya sudah dikuasai emosi), kau kira gaje itu game yang tonda ko kalau habis
bensinmu?. Itu ga game yang bantu ko?. Katanya aktivis tapi begini ji
pale", saut ku dengan sejuta emosi. Sementara itu Wawan masih asyik main game, "duluan ka saya
nah, sudah mi itu saya bayar" ucapnya lalu meninggalkan saya. Serentak
saya meresa menyesal, kenapa juga saya harus termakan oleh emosi?. Tanpa sadar
ternyata banyak yang melihat saya di kantin tadi. Dengan sok benar
menceramahi teman saya, kini saya tertunduk lesu meratapi kesalahan yang
ku perbuat. "Barusan ji itu Wawan begitu dek, ada kapang masalahnya
jadi main game i. Saya rasa tidak apapa ji juga kalau sekali-kali orang
main game refresh otaknya karena sibuk
urus organisasi atau karena itu Wawan hampir ji setiap hari lakukan diskusi di
kantin ini dan dia juga salah satu mahasiswa yang disegani karena
pengetahuannya”, saut Tante Susan dari kursinya. Dulunya tante susan juga
alumni kampus ini dan aktif di ormawa. Setelah mendengar cerita Tante Susan,
saya sangat merasa bersalah sama Wawan karna tidak sepantasnya saya berkata seperti
itu kepadany. Akhirnya, kusimpulkan dengan pulang ke kos saja, dengan harapan
semoga Wawan mau menemani saya untuk minum kopi di warkop sebagai ucapan maafku.
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan tidak mengandung unsur SARA, menyinggung kelompok gender tertentu apalagi klub sepak bola, please jangan lakukan itu.