Tak terasa sekarang jam telah menunjukkan pukul empat pagi, tapi masih banyak aktivitas yang harus
diselesaikan. Mata perlahan akan terpejam, terhipnotis oleh
kensunyian ini. Ku ingin mencari secangkir minuman agar aku
masih dapat melanjutkan aktivitas ini. Lalu, kulihat ke dalam lemari yang terkunci itu terdapat sebungkus kopi.
Ada hasrat untuk mengambilnya lalu kuracik sesuka hati agar mata ini tak ingin
lagi tertutup. Tapi, itu semua hanya
angan-angan belaka. Terpaksa ku hanya dapat memandang screen komputer
ini. Entah kenapa tangan ini serasa ingin mengetik lagi.
Tak sengaja kudapati di
sebuah website. Website tersebut memperlihatkan betapa mirisnya
anak-anak sekarang. Mataku terharu melihatnya. Kini hanya trotoar sajalah yang
menjadi tempat tinggalnya. Tak ada lagi waktu untuk mereka mengejar cita-cita
seperti anak-anak lainnya. Zaman di mana anak-anak sudah mulai berangkat ke sekolah,
senyum keceriaan yang menandakan mereka tampak menikmati hidup dengan
mendapatkan pendidikan. Tetapi ini sangat jauh berbeda dengan dia yang berada
di jalanan. Pagi-pagi dia harus mengemas barang-barangnya dan menuju perempatan
lampu merah.
BACA ARTIKEL LAINNYA DISINI
Bukan lagi buku yang ia
bawa, melainkan seikat koran yang harus dia jual demi mencukupi kehidupan sehari-hari.
Bukan lagi tas dan seragam yang ia kenakan, melainkan baju compang-camping kumuh
yang melekat di badan. Sungguh malang nasibmu wahai anak-anak penerus bangsa. Waktu
harus merenggut tawamu, tak ada waktu untuk bermain kepada kawan-kawan lain.
Jika tak kerja, dia tak bisa makan dan itulah di
dalam benaknya yang sering menghantui tidurnya.
Kemana
kah semua para petinggi negeri ini yang terlalu senang
dengan semua kemewahan yang telah dia rasakan?, sehingga tak pernah memikirkan
penerus bangsa ini. Apakah mereka tak menyadari itu? atau mungkinkah dia sadar
lalu lupa kembali?.
BACA SEMANTIK LAINNYA DISINI
Mereka berjalan di bawah
teriknya panas matahari. Aspal-aspal mulai membakar kaki-kakinya yang tak
bersalah. Hanya harapan yang ada, entah itu dapat terkabul atau tidak. Kadang kala
dia tak tau harus berbuat apa demi mencapai cita-cita yang dia inginkan. Namun,
terkadang hanya senyuman yang dapat dia berikan ketika melihat kaum sebayanya
berangkat ke sekolah, karena dia masih menaruh harapan yang besar demi hidup
yang lebih indah lagi.
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan tidak mengandung unsur SARA, menyinggung kelompok gender tertentu apalagi klub sepak bola, please jangan lakukan itu.