“Money atau Kesejahteraan” . Barangkali itulah
kalimat atau istilah yang tepat dilontarkan pada tahun 2018, mengingat bahwa
tahun ini adalah tahun politik atau pesta demokrasi yang diselenggarakan secara
bersamaan disetiap daerah.
Sebagian masyarakat mengatakan dan
menyimpulkan bahwa tahun 2018 ini adalah tahun dimana para kandidat atau calon
pemimpin memberikan janji kepada masyarakat sebagai strategi pendekatan
terhadap seluruh lapisan atau elemen masyarakat. Janji para kandidat yang
sering diberikan adalah kesejahteraan untuk masyarakat kelas bawah, pembangunan
infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan
gratis.
BACA TULISAN LAINNYA DISINI
Diiringi dengan spekulasi atau janji kampanye
para kandidat, ada juga spekulasi lain yang sering dilakukan oleh para kandidat.
Apa yang dilakukan para kandidat atau calon pemimpin melanggar sebuah kode etik
dalam berdemokrasi dan Undang-Undang Pemilu. Pelanggaran ini adalah munculnya
politik uang (Money Political) dimana para kandidat calon pemimpin memberikan
uang kepada masyarakat yang sama saja dengan membeli suara untuk mencapai
sebuah kemenangan. Tindakan demikian memang haruslah diberikan sanksi atau
hukuman yang berat disebabkan karena langkah dan tindakan yang digunakan tidak
sesuai dengan i’tikad demokrasi. Sistem demokrasi yang sebenar-benarnya adalah
masyarakat memilih pemimpin dengan hati nurani bukan karena uang ditambah lagi
bahwa dalam demokrasi masyarakat bebas untuk memilih siapapun dan bebas pula
untuk tidak memilih jika masyarakat tidak menyukai para kandidat.
BACA ARTIKEL OPINI LAINNYA DISINI
Langkah yang tegas adalah tindakan yang tepat untuk
menghentikan politik uang karena dengan dibiarkannya politik uang beredar,
bukan hanya i’tikad demokrasi yang dilanggar tapi juga akan merusak bangsa dan
masyarakatnya. Salah satu mengapa banyak pemimpin daerah yang ditangkap oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah tiada lain karena politik uang.
Dimana para pemimpin daerah atau Bupati dulunya ketika sebelum menjabat sebagai
Bupati dalam tindakannya sering melakukan politik uang. Pada akhirnya ketika
menjabat sebagai bupati, APBD tidak lagi difungsikan dengan benar atau tidak
digunakan untuk kesejahteraan masyarakat tetapi hanya digunakan untuk mengembalikan
modal atau uang yang dikeluarkan dulunya pada saat masa-masa kampanye.
Melihat masalah ini, masyarakat harus belajar
dan mengambil pengalaman bahwa ketika nantinya bermunculan gerakan-gerakan
politik uang, maka harus ditolak karena jangan sampai ujung-ujungnya mengarah
pada korupsi. Tidak hanya itu, dampak yang dimunculkan juga untuk masyarakat
dimana kesejahteraan yang didambakannya tidak dapat terwujud dan pembangunan
pun terhalang. Oleh karena itu masyarakat harus benar-benar pintar untuk
menolak politik uang dan jika perlu harus diperangi. Jangan sampai uang Rp
50.000,- (Lima puluh ribu) menghancurkan visi dan misi di daerah. 5 tahun bukan
waktu yang pendek tapi merupakan waktu
yang cukup lama.
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan tidak mengandung unsur SARA, menyinggung kelompok gender tertentu apalagi klub sepak bola, please jangan lakukan itu.