Beberapa mentari setelah momentum kelahiran Pancasila dan kelahiran bapak bangsa Ir. Soekarno, di saat langit pekat rutin membasahi tanah Malaqbi yang membuat aroma busuk sampah kian terasa di beberapa sudut kabupaten Polman, di saat para politikus telah melangkahkan bidak caturnya masing-masing, di saat rakyat miskin semakin dimiskinkan, di tengah semua itu, kami mendengar kabar akan kedatangan PJ Gubernur di Kabupaten Polewali Mandar yang menggantikan Bapak Ali Baal Masdar yang telah menyelesaikan periode pertamanya dengan mewarisi kecarut-marutan daerah dalam berbagai sektor.
Maka
sebagai pembuka pada tulisan ini, kami turut menyampaikan Selamat datang PJ
Gubernur Sulawesi Barat Bapak Akmal Malik di tanah tempat sampah berserakan di
mana-mana, tempat anak putus sekolah terbanyak dengan angka kemiskinan
tertinggi, stunting yang semakin meningkat, di tempat birokrasi tanpa inovasi,
di rumah para wakil rakyat yang malas, pada wajah kekuasan yang menindas.
Perhelatan
demi perhelatan politik hilir mudik bergulir, pucuk tertinggi penguasa daerah
telah berganti wajah, namun sampai hari ini, tanah yang katanya melimpah sumber
daya alamnya tetap dikangkangi terus oleh birokrat oligark yang tentu akan
menggadaikan habis-habisan kesejahteraan rakyat.
Penguasa
yang bermental feodalistik serta birokrasi yang dipenuhi rente dan cartel
kue-kue proyek tentu menjadi kemunduran besar bagi suatu daerah, maka
keterlibatan seluruh elemen rakyat haruslah menjadi gerbong politik yang kuat
dan progresif akan menjadi warning atas semua produk kebijakan yang
berorientasi membodohi dan memiskinkan.
Maka dalam
agenda menyambut PJ Gubernur Sulawesi Barat Bapak Akmal Malik, kami perlu
menunjukkan gerbong politik rakyat yang sesungguhnya, yang secara lugas juga
menegaskan bahwasanya ketidakpercayaan terhadap dewan legislasi sebagai lembaga
yang mewakili rakyat kian bertumbuh, lembaga ini telah gagal menjadi poros
politik tempat rakyat bertumpu dan serta tidak lagi mampu menjadi Watchdog (anjing penjaga/pengawas)
kekuasaan.
Kami
menganggap presentasi dari instansi atau lembaga pemerintahan tidak akan mampu
menerangkan secara jujur dan objektif kondisi Polewali Mandar dalam berbagai
sector, maka kami merasa wajib untuk memaparkan hasil temuan kami sebagai anak
petani, anak tukang becak, anak kuli bangunan, anak pedagang sayuran, anak PNS
yang di masa tuanya masih berurusan dengan koperasi dan pegadaian, dll.
Pada
Rabu 8 Juni kemarin, beberapa jam sebelum gempa berkekuatan 5,8 Magnitudo
mengguncang Sulawesi Barat, kami berhasil menemui PJ Gubernur Akmal Malik di
kantor Bupati Polewali Mandar. PJ Gubernur yang saat itu di dampingi oleh
Bupati Polewali Mandar A. Ibrahim Masdar mendengarkan tetapi tidak memberikan
jawaban konkret atas apa yang disampaikan oleh perwakilan aliansi, hanya
sekedar menggugurkan tugas pelayanan masyarakat, yakni mendengarkan setelahnya
berlalu begitu saja tanpa atensi dan tindak lanjut.
Kami
menganggap pertemuan itu haruslah menjadi pertemuan yang kaya akan gagasan dan
wacana, namun pertemuan yang terbatas 5 menit itu tidak melahirkan diskusi
secara komprehensif dan berkelanjutan. Olehnya karena kami menganggap pertemuan
itu tidak ubahnya seperti buruh tani yang berkeluh-kesah pada juragan, kami
berinisiatif untuk menyampaikan keluh-kesah itu secara argumentatif dan dapat
dikonsumsi khalayak ramai dalam bentuk manifesto ini.
Di
tengah ketidakpercayaan terhadap pemerintah dan lembaga yang mewakili rakyat
kian bertumbuh, beberapa poin yang kami sampaikan, diantarannya :
Penguasa
Menari-nari di Atas Tumpukan Sampah
Dengan
riang gembira kekuasan dalam hal ini eksekutif telah menancapkan bendera kemenangan
pasca berhasil menghardik dengan telak kekuasan legislatif dengan lahirnya
perkada APBD thn 2022, penguasa tunggal anggaran daerah itu kini menari nari
menyetir seluruh rangkaian program dan mengendalikan kebijakan yang
sesungguhnya tidak prioritas dan medesak. Ironi yang begitu membuat kita tak
habis pikir di tangan kekuasan yang telah mengikis habis kekuasan legislatif
dengan entengnya memangkas anggaran pengelolaan sampah hingga separuh dari
anggaran tahun sebelumnya, pada saat yang sama bau busuk aroma sampah hampir
tercium di semua sudut kota, kecamatan hingga desa di kab. Polewali Mandar.
Pasca
ditutpnya TPA Binuang oleh bubuhan tanda tangan Bupati sendiri adalah pintu
masuk polemik berkepanjangan pengelolaan sampah kab. Polewali Mandar yang sampai
tulisan ini dibuat pemerintah sedang asik tertidur dengan berlindung dalam
diksi dan bussernya yang seolah mem-framing opini publik bahwa perkara sampah
telah berakhir setelah diangkutnya puluhan truk sampah di pasar Wonomulyo ke
salah-satu lahan warga. Tentu ini adalah sikap tidak bertanggung jawab dan
pengecutnya pemerintah Polewali Mandar dengan tidak segera menyediakan TPA baru
beserta pengelolaan yang berstandarisasi nasional bahkan Internasional. Efek
kerusakan lingkungan dan potensi penyakit adalah akibat-akibat yang mengikuti
ketidakmampuan pemerintah menghadirkan solusi terbaik.
Maka
dengan ini kami menegaskan, pemerintah Polewali Mandar tidak mampu menangani
persoalan sampah sampai tuntas olehnya kami meminta pemerintah Provinsi untuk
segera mengambil alih persoalan ini, sebelum sampah kian menggunung di tanah
Malaqbi.
Suksesi
Data Desa Presisi di Tengah Pemerintahan yang Kaku
Semenjak
ditugaskan di Sulaewesi Barat PJ Gubernur Akmal Malik menggaungkan soal
peningkatan daerah dan desa melalui Data Desa Presisi, program tersebut
diyakini sebagai pondasi dalam memulai pemerintahan yang baik dan berkemajuan.
Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IPB, berhasil mengembangkan konsep
Data Desa Presisi sebagai langkah untuk meningkatkan pembangunan daerah.
Gagasan ini berawal dari keperihatinan Sofyan Sjaf (selaku konseptor) terhadap
polemik data yang terjadi saat ini. Menurutnya, ketidakakuratan data
menyebabkan gagalnya pembangunan.
Kami
tentu mengapresiasi langkah awal PJ Gubernur Sulawesi Barat soal penerapan Data
Desa Presisi, karna melihat daerah kita masih berada pada garis ketertinggalan,
dengan penerapan Data Desa Presisi ini kami berharap pemerataan pembangunan di
Sulawesi Barat akan terealisasi.
Namun
suksesi Data Desa Presisi ini tidak serta merta terwujud hanya dengan
melibatkan pemerintah daerah saja, melihat corak pemerintahan Polewali Mandar
yang kaku dan primordialis, kami menganggap program ini tidak akan berjalan
secara efektif, maka kami meminta dalam penerapan data presisi di butuhkan
kerja keras dan keterlibatan berbagai macam stakeholder, komunitas dan lembaga
pemuda dalam memujudkan keberhasilan program tersebut.
Pemerintah
daerah dalam hal ini Polewali Mandar harus legowo dan terbuka dengan
berbagaimacam elemen yang tentu sama-sama berorientasi pada pembangunan dan
kemajuan daerah, tidak lagi sentiment dan menaruh ketidakpercayaan kepada
elemen-elemen yang dimaksudkan di atas dan tidak juga segala persoalan daerah
coba dipolitisasi.
Perda
RTRW yang Tidak Kunjung Terbit
Dalam
suatu lingkungan hidup yang baik, terjalin suatu interaksi yang harmonis dan
seimbang antara komponen-komponen lingkungan hidup, stabilitas keseimbangan dan
keserasian interaksi antar komponen lingkungan tersebut dan pada usaha manusia.
Ruang
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai suatu kesatuan wadah
merupakan anugerah dari Tuhan YME. Yang harus disyukuri, dilindungi, dan
dikelola sebaik mungkin untuk kesejahteraan bangsa.
Untuk
mewujudkan amanat tersebut, Undang-undang no. 26 Thn 2007 tentang penataan
ruang menyatakan bahwa Negara menyelenggarakan kebijakan penataan ruang yang
pelaksanaannya dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Salah-satu upaya pemerintah dalam melakukan penataan ruang demi menjaga
kelestarian lingkungan hidup adalah dengan membuat kebijakan rencana tata ruang
wilayah yang diwujudkan dalam peraturan daerah.
Peraturan
daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disebut RTRW
akhirnya menjadi salah-satu alternatif pilihan pemerintah daerah yang dianggap
bisa menjadi solusi untuk menata daerah. Sebab di beberapa contoh kasus banyak
ditemukan daerah atau kota dengan penampilan dan wajahnya bagaikan mimpi buruk
: tunggal rupa, serba sama, tak berwajah, lepas dari alam dan sering tidak
terkendali dan tidak manusiawi, air dan udaranya kotor, jalan-jalan sangat
berbahaya, dan lain sebagainya.
Dari
sini seharusnya kita paham urgensi perda RTRW bagi suatu daerah, selain hal-hal
yang dijelaskan di atas, hadirnya perda RTRW juga akan mampu mendorong master planpembangunan yang konkret,
tertata jelas dan berorientasi pada kemajuan ekonomi tentunya. Maka bisa
dipastikan dengan tidak hadirnya perda RTRW sebagai landscape peta pembangunan masa depan
Polewali Mandar tidak memiliki arah yang jelas.
Ketidakhadiran
perda RTRW sebagai peta pembangunan suatu daerah tentu juga akan menghambat
iklim investasi kedepannya, terlebih hadirnya Ibu Kota Negara (IKN) baru
seharusnya mampu melihat potensi bahwasanya Sulawesi Barat bisa menjadi
salah-satu penyangganya, tentu ini tidak akan terealisasi dengan efektif jika
perda RTRW yang dimaksudkan belum juga mampu diwujudkan.
Maka
dengan manifesto ini, kami mendorong pemerintah Provinsi bersama DPRD Provinsi
untuk segera menyelesaikan Perda RTRW sebagaimana urgensi yang telah dijelaskan
sebelumnya.
Pemerintah
Daerah “Tidak Jago” dalam Pembangunan SDM
Kemiskinan
Melihat
dari tahun ke tahun, Sulawesi Barat mengalami peningkatan angka kemiskinan.
Pada tahun 2019 berada pada angka 151.40 ribu jiwa yang selanjutnya di 2020
mengalami peningkatan sebesar 152.02 ribu jiwa. Di akhir tahun 2021 kembali
mengalami peningkatan mencapai 157.19 ribu jiwa.
Telah menjadi rahasia
umum bahwa Polewali Mandar menjadi daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi
di Sulawesi Barat, dengan merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang
dirilis tahun 2021. Bahwa dari angka 157.19 ribu jiwa, Polewali Mandar
menduduki posisi tertinggi dengan angka kemiskinan 69.000 jiwa.
Kemiskinan dipandang
sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan
dan bukan makanan yang di ukur dari sisi pengeluaran, jadi penduduk miskin
adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah
garis kemiskinan (GK).
Lantas apa yang
menyebabkan kemiskinan ini semakin meningkat, tentu salah-satunya adalah
kurangnya lapangan pekerjaan dan kualitas kerja yang semestinya dihadirkan oleh
pemerintah di tingkat provinsi maupun kabupaten demi menekan angka kemiskinan
yang kian meninggi tersebut. Tidak hadirnya lapangan pekerjaan dan kualitas
kerja yang layak juga kemudian berakibat pada peningkatan jumlah masyarakat
yang memilih untuk mencari pekerjaan di luar daerah, salah-satu contohnya di
Morowali Sulawesi Tengah.
Pendidikan
Salah-satu factor
penting dan secara langsung memberikan kontribusi terbesar dalam pengembangan
kualitas sumber daya manusia (SDM) adalah pendidikan. Sumber daya yang
berkualitas adalah suatu keharusan bagi sebuah bangsa di era globalisasi.
Dalam Undang-undang
Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) N0. 20 Thn 2003 menegaskan bahwa
pendidikan bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Namun pada kenyataannya,
akses pendidikan yang layak belum kita dapati sampai hari ini, kami percaya
bahwa apapun jenis dan bentuk program dari pemerintah pusat guna mendukung
pembangunan pendidikan yang layak tidak akan terealisasi jika tidak ada
kesiapan dari pemerintah daerah dalam menjemput hal tersebut, misal dalam hal
akses dan infrastruktur.
Selain itu, factor
ekonomi menjadi salah-satu akibat tingginya angka anak putus sekolah di
Polewali Mandar sebagaimana data yang di rilis Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2021.
Kesehatan
Sama halnya dengan
pendidikan, akses dan infrastruktur lagi-lagi menjadi salah-satu sebabnya
mengalami kemunduran. Kita tidak jarang menemui hal tersebut di desa-desa
pelosok Polewali Mandar, di mana masyarakat di hadapakan pada kenyataan
sulitnya akses kesehatan tersebut.
Dalam hal ini kami
mengangkat isu stunting yang sampai hari ini juga mengalami peningkatan. Kita
bisa saja membuat siklus atau semacam enclosure movement dari semua poin-poin ini ;
stunting meningkat karena meningkatnya pernikahan dini (Data KOMNAS Perempuan)
dan kurang kebutuhan gizi yang layak, menikatnya pernikahan dini karena tidak
mendapatkan akses pendidikan yang baik begitu juga kurangnya kebutuhan gizi
diakibatkan oleh tidak adanya akses ekonomi yang mudah dijangkau, yang
selanjutnya, keseluruhannya itu diakibatkan oleh kemiskinan yang tidak kunjung
di atasi.
Tentu jika kita
mengerucutkan persoalan ini, kita akan sampai pada titik pemerintah dan seluruh
produk kebijakannya, apakah beroirentasi pada kesejahteraan dan kemakmuran atau
justru sebaliknya.
Kita tentu tidak mau
sampai pada satu landasan yang memperkuat diktum popular “orang miskin dilarang
sehat dan pintar”. Maka keseriusan pemerintah provinsi dan kabupaten sangat
perlu dipertanyakan. Hal itu bias di jawab dari bagaimana langkah pemerintah
dalam penyusun penganggaran di tahun berikutnya, berlandaskan penjelasan di
atas, kami tentu mendorong pemerintah agar bias menjadikan poin-poin ini
sebagai poin prioritas dalam penganggaran yang di maksud.
Lagi-lagi kami
menekankan juga agar pemerintah provinsi dan pemerintah daerah bekerja keras
dalam merealisasi pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) ini dengan melibatkan
penuh seluruh stakeholder entah itu perangkat pemerintahan itu sendiri maupun
berbagai unsur independen seperti lembaga dan komunitas kepemudaan, dll.
SE MENPANRB : Nasib
Tenaga Kerja Honorer yang Luntang-lantung
Paca terbitnya Surat
Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (SE
MENPANRB) tentang penghapusan tenaga kerja honorer, menjadi polemik yang
penting untuk segera diatensi oleh pemerintah provinsi maupun pemerintah
kabupaten. Kita ketahui bersama, sebagaimana UU No 5 Thn 2014 tentang ASN
Pasal 9 Ayat 1 peraturan pemerintah No. 49/2018 tentang manajemen PPPK
menyebutkan bahwa pegawai non ASN yang bertugas di instansi pemerintah dapat
diangkat menjadi PPPK apa bila memenuhi persyaratan dalam jangka waktu paling
lama lima (5) tahun sejak PP tersebut diundangkan.
PP No 49 Thn 2018
diundangkan pada 28 November 2018 maka pemberlakuan lima tahun tersebut jatuh
tanggal 28 November 2023 yang mengamanatkan status kepegawaian dilingkup
instansi pemerintah terdiri dari dua jenis ; yaitu Pegawai negeri Sipil (PNS)
dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Berkaitan dengan hal
di atas, dalam rangka penataan ASN sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan PPK diminta untuk melakukan pemetaan pegawai non ASN di
lingkup instansi masing-masing dengan demikian PPK diamanatkan menghapuskan
jenis kepegawaian selain PNS dan PPPK di lingkungan instansi masing-masing dan
tidak melakukan perekrutan pegawai non ASN.
Namun yang menjadi
polemik pasca keluarnya surat edaran tersebut, banyak tenaga honorer yang
berada di lingkungan instansi pemerintahan yang bukan bagian dari PNS dan PPPK,
maka menjadi pasti setelah berlakunya surat edaran tersebut para tenaga kerja
honorer akan mendapati nasib yang luntang lantung, untuk itu diharapkan
pemerintah kabupaten maupun provinsi untuk membuat skema agar para tenaga kerja
honorer bias tetap bekerja.
Skema yang dimaksudkan
salah-satunya adalah kebijakan atau regulasi yang tentu harusnya menguntungkan
semua pihak. Jadi kami meminta pemerintah provinsi beserta pemerintah kabupaten
agar kiranya melibatkan seluruh stakeholder untuk membicarakan hal ini secara
serius.
Dari semua poin yang
kami rekomendasikan di atas, kami dari aliansi tentu berharap penuh agar kiranya
pemerintah segera meperhatikan dan serius menyikapinya, karena dengan demikian
kita bisa melihat sejauh mana keberpihakan pemerintah dalam mensejahterakan
rakyatnya.
Sekali lagi selamat
datang Bapak Akmal Malik dan terima kasih telah menemui kami bersama Bapak A.
Ibrahim Masdar, kami berharap kedepan bisa menghadirkan ruang-ruang diskusi
yang berorientasi pada pembangunan daerah atau jika seluruh rekomendasi di atas
hanya dijadikan bacaan semata, bisa jadi kita bertemu lagi di jalanan tentu
dengan asap pekat ban mobil dan suara serak orator yang menggema.
ALIANSI MAHASISWA
POLMAN
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan tidak mengandung unsur SARA, menyinggung kelompok gender tertentu apalagi klub sepak bola, please jangan lakukan itu.