Ilustrasi oleh DamBhas |
Era digital seperti sekarang ini, rasanya tidak mungkin jika masih ada yang belum menonton siaran di TV, akan tetapi seiring berkembangnya zaman setelah maraknya pengguna sosial media, orang-orang mulai lebih banyak beralih ke media yang lebih banyak "digandrungi" sekarang ini yaitu Handphone yang tentunya memang sangat memudahkan orang untuk mencari informasi. Namun ternyata Di era gempuran meroketnya penggunaan media sosial/HP, ternyata masih banyak sekali yang tetap setia menjadi penonton TV "garis keras" mulai dari anak-anak sampai orang tua sekalipun. Untuk kelompok garis keras ini menurut sebuah riset berasal dari kelompok menengah kebawah yang notabenenya mereka tidak mampu membeli kuota internet untuk mengakses (youtube misalnya) ataupun membeli tiket nonton di bioskop.
Berbicara per-TV an di
Indonesia, yang semakin hari semakin banyak menyajikan siaran baik lokal,
nasional maupun internasional dan tentunya itu akan dengan bebas di tonton oleh
semua kalangan usia. Akan tetapi usut-punya usut, iklim per televisian di
Indonesia mulai banyak menuai kontroversi akibat banyaknya tayangan-tayangan
tidak sehat yang awalnya memang viral di media sosial lalu mulai diangkat ke
layar kaca. Tidak sedikit kalangan yang mulai mengeluh dengan siaran TV di Indonesia
yang kalau bahasa gaul sekarang "makin kesini-makin kesana"
Tentunya masyarakat yang masih awam akan bertanya-tanya ini ada apa? Ini salah
siapa? Dan entah siapa yang salah?.
Baik ! Yang pertama
adalah sekarang ini para aktor yang berada di balik per TV an di Indonesia
mulai mengetatkan persaingan lewat tayangan-tayangan di kanal mereka
masing-masing. Mulai dari sinilah mereka kemudian abai terhadap kandungan
"nutrisi moral" dalam apa yang mereka tayangkan. Lebih lanjut, sebuah
penelitian mengungkapkan bahwa berbeda dengan negara di Eropa Barat yang
didominasi oleh TV publik TV Indonesia didominasi oleh TV swasta. Dalam salah
satu programTV swasta, mereka bahkan tidak peduli dengan apa yang ditayangkan,
asal pendapatannya bisa sesuai dengan rating. Kejadian ini bisa terjadi setiap
hari sehingga sangat wajar jika kualitas siaran TV di Indonesia hingga tulisan
ini terbit dinilai sangat buruk.
Yang kedua, kiranya
pembaca sekalian juga tidak akan segan-segan memberikan label buruk tersebut
ketika melihat realita per TV an negara kita saat ini, Mulai dari anak
SMP yang sudah sayang-sayangan di sekolah, bentak guru, ugal-ugalan dijalan dan
masih banyak lagi. Bahkan yang lebih miris adalah ketika sebuah tv swasta yang
menayangkan film bernuansa religi yang dibungkus dalam kata "azab",
akan tetapi judulnya cukup diluar nalar dan akal sehat manusia. Nah yang
tadinya dimaksudkan untuk menebalkan iman penonton justru jadi bahan lelucon
dan kemudian tersebar jadi "meme" di media sosial.
Lebih jauh lagi, ternyata
tayangan TV yang tidak sehat juga cukup mengakibatkan degradasi moral di bidang
pendidikan. Sudah tidak terhitung jumlah kecurangan akademik akibat imbas dari
tayangan-tayangan tersebut.akibatnya apa?
Peristiwa-peristiwa
tersebut menciptakan stigma buruk masyarakat terhadap dunia pendidikan.
Pendidikan dianggap gagal mendidik dan mencetak siswanya menjadi insan yang
mulia. Padahal, tenaga pendidik telah berupaya maksimal. Namun celakanya moral
siswa memang telah tergerus dan terdoktrin oleh berbagai pengaruh buruk dari
luar.
Bukan hanya itu, saat
ini media sosial di negara kita lagi gencar-gencarnya mempertontonkan
berbagai peristiwa yang lagi "viral" lalu kemudian mereka angkat
kelayar kaca, yang tentunya hal tersebut lebih banyak mengandung kadar buruk
yang sangat tidak layak untuk di konsumsi generasi tunas muda kita. Bahkan
tidak sedikit orang yang menganggap bahwa gampang saja untuk masuk TV di
Indonesia cukup dengan memperlihatkan sesuatu di luar nalar. Jika ini terus
berlanjut, maka akan,
"Tidak lama lagi orang-orang luar yang tidak "laku" di bangsa sendiri akan berbondong-bondong ke Indonesia, kenapa? Karena cuma di Indonesia mereka gampang viral dan melejit. Cukup bermodalkan apa? Yaa pertontonkan kebodohan dan segala sesuatu diluar akal sehat hehe"~anonim
Kalau sudah begini, apa
kabar dengan Indonesia kita tercinta? Bukannya itu akan memberikan citra buruk
lagi di panggung internasional?
Oleh karena itu jadilah
penonton kritis yang pantang untuk menerima dan menelan mentah-mentah apa yang
kita saksikan di layar TV kita, dan teruntuk para orang tua agar terus mengawal
dan mengawasi tontonan anak-anak mereka. Dan semoga dengan maraknya siaran yang
tidak layak menjadi cambuk bagi pemilik stasiun televisi untuk mengevaluasi
program-program yang tidak mendidik, dan memperbanyak tayangan yang
mengedukasi.
Mahasiswa Unsulbar Majene
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan tidak mengandung unsur SARA, menyinggung kelompok gender tertentu apalagi klub sepak bola, please jangan lakukan itu.