Sejarah Pembebasan Nasional Abad 19-20 Part 1 |
“Transformasi masyarakat feodalisme ke kapitalisme bukan hanya melahirkan penindasan dan klas baru tetapi juga memunculkan formasi lembaga manusia dalam bentuk ‘bangsa’ “
Ditemukannya alat kerja yang modern
berupa mesin-mesin uap, listrik dan penemuan lainnya pada abad 19 menghasilkan
surplus produksi yang membutuhkan pasar tempat pelemparan barang produksi,
membutuhkan sumber daya manusia yang terkonsentrasi untuk berproduksi
(munculnya pabrik-pabrik) dan melahirkan kepentingan politik dan ekonomi dari
klas baru yang muncul untuk bisa mengakumulasi modal secara aman dan
menguntungkan, di sisi lain hubungan produksi yang lama tidak bisa mengakomodir
kepentingan klas yang baru yaitu klas kapitalis dan kaum buruh. Inilah inti dari
revolusi di Inggris dan Prancis.
Fenomena kemunculan negara-bangsa (dalam pengertian modern) merebak pada
pertengahan abad 19. Saat itu di Eropa dilanda gelombang revolusi borjuis
demokratik menumbangkan tatanan feodal di sebagian besar daratan Eropa. Marx
dan Engels terlibat dalam perjuangan tersebut. Pecahnya revolusi Eropa tersebut
diawali di Perancis pada tahun 1848, Revolusi telah menggulingkan Raja Louis
Philipe, dan telah berhasil membangun sebuah republik borjuis demokratis, walau
hanya beberapa waktu saja. Revolusi telah memberikan dampak yang besar bagi
negeri-negrei lainnya. Ia kemudian merambah ke sebagian besar daratan Eropa.
Revolusi Februari di Perancis telah memberikan inspirasi kepada kaum liberal
Jerman gagasan tentang Jerman bersatu dengan parlemen nasional. Demikian pula
di Itali, di mana revolusi telah memaksa Pope Pius IX melarikan diri keluar
Itali, yang pada gilirannya, penyatuan Itali, walaupun gagal. Sementara, di
wilayah kekaisaran Austria bangkit nasionalisme bangsa kecil lainnya seperti
Czech, Hungaria, dan kelompok-kelompok lain. Revolusi 1848-1849, yang dipimpin
oleh borjuasi, telah menyapu bersih tatanan feodal kekaisaran Austria dan
Prusia. Akar revolusi 1848-1849 terletak pada pertentangan yang sangat tajam
antara kapitalisme yang sedang tumbuh dengan sisa-sisa tatanan feodal yang
masih bertahan di sebagian besar Eropa Tengah dan Timur – tatanan feodal yang
terkuat pada saat itu adalah Kekaisaran Austria, Prusia, dan otokrasi Rusia.
Tujuan utama dari revolusi tersebut adalah menumbangkan monarki absolut,
menghapuskan feodalisme, mengusir kekuatan asing dan membentuk negera-negara
baru di mana klas borjuasi berkuasa. Revolusi 1848-1848 telah memberikan dampak
yang besar terhadap terbangunnya negara-bangsa besar di Eropa. Bangsa-bangsa
yang bangkit tersebut adalah Jerman, Itali, Hongaria, dan Polandia. Revolusi
juga telah membangkitkan kesadaran nasionalitas atas bangsa-bangsa “kecil”
Irlandia, Czech, Serbia, Kroasia, dan Slovakia.
Awal abad duapuluh dunia mengalami
berbagai kejadian yang berkaitan dengan lenyapnya beberapa negara besar dan
munculnya bangsa-bangsa dan negara baru. Sebut saja misalnya runtuhnya Uni
Soviet dan Yugoslavia dan munculnya Bosnia, Serbia, Chezhnya, Timtim, Aceh,
Papua di Indonesia
Sikap Marx Terhadap Pembebasan Nasional
Dari Bangsa Tertindas
Seperti yang kami sebutkan di atas bahwa
revolusi Prancis esensinya adalah revolusi yang dipimpin oleh kepentingan
borjuasi terhadap bentuk tatanan feodal. Marx di awal revolusi juga menganggap
bahwa revolusi 1848-1849 adalah borjuasi demokratis dan perjuangan pembebasan
nasional. Perjuangan utama terpusat di tangan borjuasi Jerman yang mengambil
kontrol sebagian daerah yang ada di bawah kekuasaan kekaisaran Prusia dan
Austria Hapspurg dan menciptakan negara Jerman bersatu. Pada saat itu Marx
yakin bahwa borjuasi memainkan peran revolusioner
menumbangkan feodalisme, di samping adanya kecenderungan untuk berkompromi
dengan kekuatan lama. Seperti yang dinyatakan dalam Manifesto Komunis:
“Borjuasi tidak dapat ada tanpa terus menerus merevolusionerkan alat-alat produksi, dan telah memusatkan pemilikan di tangan beberpa orang. Akibat pentingnya adalah pemusatan politik. Independen, tetapi dengan longgar menghubungkan provinsi-provinsi, dengan kepentingan terpisah, hukum, pemerintahan dan sistim pajak, menjadi tersatukan dalam satu bangsa, dengan satu pemerintahan, satu hukum, satu kepenitngan klas nasional, satu perbatasan dan satu tarif”.
Tuntutan Marx dan Engels yang paling
utama—dan juga kaum demokrat revolusioner lainnya—adalah kemerdekaan Polandia.
Wilayah Polandia terletak, dan telah menjadi sekat, di antara tiga kekuatan
feodal yang paling dominan; Prusia, Austria, dan Rusia sejak tahun 1795.
Tentara Kaisar pernah menghacurkan pergolakan di sana tahun 1830. Polandia di
distrik Karkov independen bangkit kembali tahun 1846, dan sebuah pemerintahan
radikal memproklamirkan penghapusan hak-hak feodal. Namun, Krakov kembali
dianeksasi oleh kekuatan feodal lain: Austria. Marx dan Engels berjuang untuk
kemerdekaannya, di satu sisi, dan dis sisi lain, melawan kelompok-kelompok
borjuasi Jerman chauvinis yang mengklaim secara terang-terangan bahwa Polandia
adalah bagian dari Prusia.
Dukungan Marx dan Engels terhadap perjuangan bangsa-bangsa tertindas berlandas
atas analisa sejarah kongkrit tentang perjuangan nasional pada saat itu dan
peran apa yang telah dan akan dimainkan dalam perlawanan tak terdamaikan antara
klas-klas utama yang ada. Marx dan Engels mendukung perjuangan nasional rakyat
Jerman, Italia, Polandia, dan Hungaria karena bangsa-bangsa tersebut telah
berkembang mencapai tahap perjuangan persatuan nasional dan kemerdekaan dari
kekuatan-kekuatan feodal.
Dalam Manifesto Komunis, Marx menggambarkan bahwa bangsa-bangsa terbentuk
sebagai hasil dari proses internal dan dari berbagai kekuatan yang terlibat
dalam revolusi 1848, hanya bangsa Jerman, Italia, Polandia, dan Hungaria yang
telah menyempurnakan proses internalnya (baca Manifesto Komunis )
Di sisi lain, Marx mendukung perjuangan nasional tersebut agar tercapai sebuah
aliansi antara rakyat tertindas (dalam hal ini, kaum buruh) di bangsa–bangsa
penindas dan bangsa tertindas. Kemenangan mereka akan mempercepat jatuhnya
feodalisme dan akan membuka jalan bagi sosialisme. Kejatuhan feodalisme, di
satu sisi, telah mengkonsolidasikan borjuasi dalam klas penguasa — dan itu
artinya menyingkirkan segala rintangan bagi tumbuhnya kapitalisme secara cepat.
Di sisi lain, terbentuknya republik borjuis demokratis menyediakan
prasyarat-prasyarat politik bagi tumbuhnya kekuatan kaum buruh: universal
sufrage (hak sipil dan politik). Di samping perkembangan cepat kapitalisme akan
mengkonsentrasikan kaum buruh dalam jumlah-jumlah massal. Terlepas bahwa
analisa sejarah tentang karakter dan watak borjuasi Jerman yang tidak sama
dengan borjuasi Prancis, karena watak borjuasi Jerman yang ragu-ragu, penakut
di satui sisi punya kepentingan borjuasi disisi lain masih di untungkan oleh
privasi hubungan produksi lama.
Kesimpulan Marx tentang pembebasan
nasional dan sikap dari Marxist haruslah :
1. Analisa sejarah konkrit tentang
perjuangan pembebasan nasional dan entitas kebangsaan dari suatu bangsa,
kemudian peran apa yang di mainkan oleh perjuangan pembebasan nasional untuk
menjatuhkan pemerintahan borjuasi yang ada
2. Kemerdekaan bagi bangsa-bangsa yang telah selesai proses internal sejarahnya , kemerdekaan akan menyediakan syarat bagi tumbuhnya fasilitas demokrasi yang akan memudahkan untuk mencapai sosialisme.
3. Memutus mata rantai penindasan dan juga akan memperlemah pemerintahan borjuasi yang ada.
4. Memunculkan perjuangan klas yang sejati di negara bangsa yang baru muncul
5. Menyingkirkan dan mempercepat proses kapitalisme sehingga terjadi pematangan klas (konsolidasi klas borjuasi dan munculnya klas buruh ).
Tetapi pada point yang ke lima ini harus di maknai bahwa situasi pada saat itu mengilusi Marx bahwa untuk mencapai tahapan revolusi borjuasi adalah dengan mendorong borjuasi untuk berkuasa yang di harapkan nantinya adalah pematangan kapitalisme yang ini merupakan syarat bagi lahirnya revolusi sosialis. Pada point yang kelima itu di bantah oleh revolusi Rusia dan China.
6. Terbentuknya aliansi antara kaum buruh di negara pusat kekuatan borjuasi dengan kaum buruh yang telah selesai proses internal pembebasan nasional dan kebangsaannya.
2. Kemerdekaan bagi bangsa-bangsa yang telah selesai proses internal sejarahnya , kemerdekaan akan menyediakan syarat bagi tumbuhnya fasilitas demokrasi yang akan memudahkan untuk mencapai sosialisme.
3. Memutus mata rantai penindasan dan juga akan memperlemah pemerintahan borjuasi yang ada.
4. Memunculkan perjuangan klas yang sejati di negara bangsa yang baru muncul
5. Menyingkirkan dan mempercepat proses kapitalisme sehingga terjadi pematangan klas (konsolidasi klas borjuasi dan munculnya klas buruh ).
Tetapi pada point yang ke lima ini harus di maknai bahwa situasi pada saat itu mengilusi Marx bahwa untuk mencapai tahapan revolusi borjuasi adalah dengan mendorong borjuasi untuk berkuasa yang di harapkan nantinya adalah pematangan kapitalisme yang ini merupakan syarat bagi lahirnya revolusi sosialis. Pada point yang kelima itu di bantah oleh revolusi Rusia dan China.
6. Terbentuknya aliansi antara kaum buruh di negara pusat kekuatan borjuasi dengan kaum buruh yang telah selesai proses internal pembebasan nasional dan kebangsaannya.
Konsepsi Bolshevik Tentang Bangsa dan
Pembebasan Nasional
Serta Persoalan kebangsaan
Serta Persoalan kebangsaan
Teori tentang persoalan nasional dan hak
sebuah bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri kemudian dikembangkan oleh
Lenin di bawah fondasi yang telah dibangun oleh Marx dan Engels, dan teori
tersebut diuji dalam praktek revolusi Rusia 1917. Perlawanan dari kaum kiri
pada saat itu adalah kaum reformis yang diwakili oleh Otto Bauer dari Austria,
yang pada esensinya menentang tuntutan hak menentukan nasib sendiri.
Pertentangannya terletak pada persoalan kriteria bangsa. Penentangan Bauer
tersebut berlandaskan pada pendapatnya tentang identifikasi sebuah bangsa yang
hanya merupakan sebuah anggota budaya saja. Sehingga, menurutnya, sebuah bangsa
tidak membutuhkan teritori, ekonomi dan struktur klas tertentu. Latar belakang
yang melandasi pemikiran tersebut sebenarnya adalah karena memang Austria pada
saat itu hendak meredam gejolak tuntutan berbagai gerakan nasional dalam
imperium Austro-Hongaria, dengan hanya mengakui “otonomi budaya nasional”.
Sementara Lenin berpendapat bahwa sebuah
bangsa berkaitan erat dengan teritori, ekonomi dan struktur klas. Secara baku
konsepsi tentang bangsa tersebut ditulis oleh Stalin dalam ” Marxisme dan
Persoalan kebangsaan ” .Tulisan ini di selain di buat selain mengcounter
konsepsi sosdem palsu Otto Bauer juga untuk menjawab perkembangan persoalan
kebangsaan pada abad 20 yang telah berkembang yang berbeda dengan abad 19.
Lebih jelasnya, Stalin katakan dalam Marxism and National Question, bahwa
sebuah bangsa itu terbentuk secara historis, memiliki persamaan bahasa dan
wilayah, kehidupan ekonomi dan kesamaan psikologi.
“Bangsa” tulis Stalin, “dalam sejarahnya
terbentuk dari komunitas masyarakat yang stabil/tertentu, yang terbentuk
berdasarkan sebuah kesamaan bahasa, teritori (wilayah), kehidupan ekonomi, dan
perubahan psikhologi, yang termanifestasikan dalam sebuah kebudayaan bersama”.
“Sebuah bangsa dalam sejarahnya tidak muncul secara tiba-tiba tetapi muncul
dalam periode sejarah tertentu, yaitu masa munculnya kapitalisme”.( Marxisme
and Nationalism Question )
Oleh karena itu, dalam pandangan
Bolshevik, sebuah bangsa bukan hanya “komunitas masyarakat yang diimpikan”
tetapi secara obyektif, menurut sejarahnya, merupakan perkembangan kesatuan
masyarakat yang terbentuk berdasarkan basis hubungan ekonomi kapitalis, yang
memberikan kesempatan pada seseorang untuk hidup dalam wilayah tertentu yang
mempunyai persamaan bahasa dan persamaan budaya. ( Doug Lorimer )
Kami tidak akan lebih jauh membahas
tentang persoalan terciptanya suatu bangsa menurut konsepsi sejarah yang di
tulis oleh Stalin. Justru yang menarik sebenarnya adalah bahwa awal abad 20 ini
–perjuangan pembebasan nasional bukan lagi berdiri di atas pertentangan antara
borjuasi melawan monarki absolut untuk menjatuhkan feodalisme dan membangun
negara liberal demokratik, melainkan negara-negara penindas yang telah selesai
proses kesejarahannya dan berhasil mendirikan dan mentrasformasi dari negara
feodal ke negara borjuasi kapitalis justru balik melakukan penindasan bukan
hanya dalam bentuk kolonialisme, tetapi di dalamnya juga bangkit kesadaran
pembebasan nasional disebabkan penghisapan yang dilakukan oleh borjuasi yang
dimanifestasikan dalam etnis yang dominan atau disebabkan hal lainnya.
Proses perlawanan nasional dan menguatnya entitas untuk menjadi suatu bangsa
justru menjadi spirit perjuangan yang sangat dahsyat pada negara-negara yang
mengalami kolonialisme. Dan spirit ini yang justru memotivasi perjuangan rakyat
hingga mencapai stamina yang maksimal. Kita bisa lihat itu di negara-negara
dunia ketiga yaitu India, Indonesia, Malaysia, Mesir, dan negara-negara
Timur-Tengah serta Amerika Latin pada awal abad 20. Pada saat itu konteks
persoalan nasional adalah perjuangan melawan imperialisme/kolonialisme.
Sikap dari kaum kiri sendiri untuk menjawab persoalan tersebut dapat di lihat
dari laporan Komisi Nasional dan Kolonialisme pada tahun 1920 yang di pimpin
oleh Lenin yang di hadiri oleh wakil-wakil partai komunis di Asia, Eropa dan
Amerika. Sikap kaum kiri pada saat itu ialah mendukung kemerdekaan rakyat atau
bangsa yang tertindas tersebut. Kemerdekaan dari bangsa yang tertindas adalah
syarat mutlak bagi terciptanya syarat-syarat demokratis bagi pengembangan
sosialisme, karena akan memudahkan propaganda kiri, memudahkan pengorganisiran
petani dan klas buruh, memudahkan kaum kiri untuk memimpin perjuangan rakyat
yang baru merdeka untuk menapak ke proses sejarah selanjutnya. Dan kemerdekaan
rakyat atau bangsa tertindas adalah sebagai babak awalnya munculnya perjuangan
klas terhadap borjuasi yang baru di negara bangsa tersebut. Hal ini akan sangat
kabur kalau masih berada di bawah kolonialisme.
Karakter perjuangan klas sejati hanya muncul ketika diselesaikan kemerdekaan
bangsa tertindas tersebut. Atas basis inilah kaum kiri bersikap. Apabila tidak
ada syarat-syarat seperti di atas kaum kiri harus terlebih dahulu membelejeti
kaum reformis yang ada di negara atau wilayah bangsa tertindas tersebut dan
berpropaganda ke rakyat tentang karakter borjuasi lokalnya. Sikap yang kedua
ialah negara-negara sosialis dan gerakan kiri yang ada di negara lain harus
mendukung dan membantu secara ekonomi dan politik negara yang menuntut
kemerdekaannya untuk menghalangi penjajahan dalam bantuk baru oleh kapitalisme
internasional sehingga arah sejarah dari bangsa yang tertindas tersebut dapat
didorong dan dikontrol untuk mencapai kemerdekaan sejatinya yaitu sosialisme.
Dan yang terakhir ialah segera mengintegrasikan perjuangan klas proletariat
yang ada di negara bangsa tersebut baik sebelum mencapai pembebasan nasionalnya
atau sesudah mencapai pembebasan nasionalnya untuk bersama-sama memukul
kekuatan borjuasi bangsa penindas atau kapitalisme internasional sehingga
percepatan sosialisme akan semakin mudah terwujud. Dan bagi negara yang baru
mencapai kemerdekaannnya slogan perjuangan yang diputuskan ialah revolusi
pembebasan nasional walaupun tidak serta-merta konsepsi negara yang akan di
bentuk setelah itu harus di mulai dari pembentukan negara kapitalis. Revolusi
Rusia telah menjawab ini. Bahwa apabila kaum kiri di negara jajahan mampu
membuat dewan-dewan rakyat sebagai alat perjuangan dan ini massif diterima oleh
rakyat maka bentuk negara borjuasi dan ekonomi kapitalis adalah hal yang bodoh
untuk dilakukan karena dewan rakyat akan mampu melakukan praktek ekonomi
sosialisme dengan bantuan dari negara ploletariat yang maju dan bantuan dari
gerakan solidaritas kaum buruh di dunia. (baca Laporan Komisi Tentang Persoalan
Nasional dan Kolonial ).
Merkantilisme, Kolonialisme/
Imperealisme Masuk di Nusantara
Embrio kapitalisme mulai
bersentuhan dengan masyarakat di Nusantara awal abad 15 melaui merkantilisme
Eropa . Di mulai dari kedatangan Vasco da Gama (Portugis) 1469 disusul dengan
kedatangan penjelajah Spanyol tahun 1552 dan terakhir datang Belanda 1596
dengan mendaratnya Cornelis de Houtman. Belanda secara mapan menguasai
Nusantara dengan berhasil mendirikan kongsi dagang VOC. Kapital dagang Belanda
mulai menunjukkan watak dan karakter ketamakannya yang merupakan sifat dasar
dari modal. Penundukan wilayah-wilayah kerajaan Jawa untuk lebih mudah
melakukan eksploitasi sumber daya alam dan manusia untuk dijual di pasar Eropa
mengakibatkan terjadi peperangan-peperangan yang cukup panjang. Ekspansi modal
mulai masuk ke Sumatera dan seluruh teritori Nusantara. Satu demi satu wilayah
kerajaan yang ada di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi ditundukkan. Kapitalisme
dan kolonialisme Belanda menyatukan teritori Nusantara ke dalam satu ekonomi
yang terpusat. Infrastruktur penindasan dibangun di seluruh wilayah modal yang
ada di Nusantara yang berhasil ditaklukkan. Bahasa Belanda mulai diperkenalkan
di birokrasi-birokrasi tanah jajahan. Tetapi bahasa Belanda ini tidak mampu
diserap oleh rakyat jajahan melainkan oleh kaum terdidik hasil dari politik
etis Belanda, karena sebelum kedatangan Belanda, bahasa Melayu sudah
menjelajahi Nusantara sebagai bahasa dagang di bandar-bandar yang ada di
Nusantara. Bahasa Melayu ini dipakai dan dijadikan sebagai bahasa perdagangan
dan pertukaran diantara pedagang lokal yang ada di Nusantara.
Sebelum, kedatangan merkantilisme dan juga kolonialisme Eropa di Nusantara,
masyarakat di Nusantara sebenarnya telah mengenal perdagangan dalam bentuk
jual-beli dan barter dengan bangsa asing tetapi tidak sampai pada tahapan
kolonialisme karena bangsa asing yang memperkenalkan corak perdagangan tersebut
yaitu India (pedagang Gujarat, Arab, dan Persia) di negaranya sendiri tahapan
kapitalisme belum ada. Salah satu hasil dari corak perdagangan dan interaksi
dengan bangsa pedagang di Nusantara yang di bawa oleh pedagang Gujarat (India)
Arab yang terkonsentrasi perdagangannya di bandar-bandar adalah menjadikan
bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar perdagangan antar wilayah. Makanya
wilayah yang maju dan berteknologi tinggi ada di daerah-daerah atau kerajaan
yang punya bandar-bandar besar seperti Aceh dengan Samudera Pasainya, dan juga
daerah-daerah lain yang mempunyai bandar-bandar besar. Tetapi karena
bandar-bandar tersebut dikuasai oleh kerajaan karena mereka yang mempunyai
otoritas politik dan ekonomi dan juga ketidakmampuan pedagang dan juga penduduk
di daerah tersebut untuk bertransformasi menjadi borjuasi di atas landasan
perdagangan yang baru menjadikan borjuasi yang muncul dan berteknologi walaupun
sederhana adalah keluarga kerajaan. Inilah yang menyebabkan bahwa watak dan
karakter borjuasi Indonesia di satu sisi punya kepentingan terhadap perubahan
yang sifatnya maju tetapi disisi lain nilai-nilai lama seperti
privilege-privilege kerajaan juga masih mereka pertahankan dan nikmati.
Kedatangan merkantilisme yang memperkenalkan kapitalisme dan kolonialisme
justru menyebabkan pola dan corak ekonomi yang mulai terbangun dihancurkan
padahal proses penyempurnaannya belum tuntas. Harapan akan lahirnya borjuasi
yang mapan dan punya kepentingan modal yang kuat di Indonesia lenyap. Suatu
kecelakaan sejarah yang merugikan Nusantara .
Kapitalisme Belanda bukan hanya menghancurkan pola ekonomi yang sungguh baru
bagi Nusantara yang sebenarnya belum siap tetapi juga mengintegrasikan
daerah-daerah jajahan kedalam satu teritori wilayah yang luas di bawah Belanda.
Perubahan syarat-syarat ekonomi dari ekonomi perdagangan dan pertanian
sederhana di Nusantara menjadi kapitalisme inipun menuntut perubahan dalam
metode dan sistim politiknya, dan hal ini berkembang sesuai dengan perubahan
dari politik dagang kolonial yang monopolistik ke politik kapital persaingan
bebas.
Di atas syarat-syarat tersebut, justru gerakan rakyat menunjukkan elannya dalam
praktek revolusi sejak akhir abad 19 hingga saat ini. Artinya terbukti bagaimana
gerakan rakyat sebagai lompatan kwalitatif dari tenaga produktif terjadi pada
tahap imperialisme. Perkembangan kapitalisme, persaingan bebas ke kapitalisme
monopoli akhirnya menunjukkan bahwa kaum borjuasi Belanda harus berhadapan
dengan kaum buruh dalam negeri, juga berhadapan dengan seluruh rakyat di tanah
jajahanya, ia pun menunjukkan tentang perjuangan yang dipimpin oleh kaum buruh
pada masa imperialisme.
Kapitalisme Belanda selain menghasilkan penindasan juga mau tidak mau harus
melahirkan SDM dari wilayah jajahannya untuk mengisi suprastrutur
penindasannya. Lahirnya putra-putri tanah jajahan yang berpikiran maju hasil
dari politik etis Belanda, situasi dunia internasional yang bangkit dari
bangsa-bangsa jajahan tertindas di dunia-dunia ketiga melawan imperealisme
Eropa memajukan metode perlawanan rakyat Indonesia. Kombinasi perjuangan
bersenjata dan perjuangan modern adalah kebutuhan sejarah pada saat itu.
Proses sejarah Nusantara yang berhadapan dengan kolonialisme dan imperialisme
Belanda dan negara-negara modal lainnya setelah itu yaitu masuknya kembali
NICA, penjajahan Jepang dan momentum kemerdekaan RI, adalah suatu kesatuan
sejarah yang berhasil membentuk entitas Indonesia menjadi suatu “bangsa”.
Penolakan terhadap bahasa Belanda dan kebutuhan untuk membuat satu bahasa
pemersatu sebagai reaksi terhadap bahasa penjajah, terintegrasinya teritori
secara ekonomi (kapitalisme Belanda), dan adanya psikologis kolektif sama-sama
dijajah, ditindas mengakibatkan adanya basis material untuk saling berinteraksi,
bergandengan tangan di dalam perjuangan menyingkirkan perbedaan-perbedaan suku,
teritori dan lainnya. Proses ini semakin mengental dan mencapai puncaknya pada
proklamasi 1945. Proklamasi 1945 esensinya adalah deklarasi suatu daerah-daerah
yang berbeda, suku yang berbeda, bahasa yang berbeda menyatu dalam suatu yang
namanya “bangsa Indonesia”. Proklamasi 1945 merupakan deklarasi baik itu
terhadap dunia luar dan juga internal Nusantara bahwa telah lahir suatu entitas
bangsa yang namanya Indonesia. Dan proses ini sebenarnya semakin mengental dan
selesai ketika masa pemerintahan Soekarno. Gugatan terhadap entitas kebangsaan
muncul di daerah-daerah yang melakukan pemberontakan, tetapi ini sebenarnya
adalah konflik borjuasi yang ada di Indonesia (tentara yang berkolaborasi
dengan kaum kanan ) bukan sejati dari rakyat.
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan tidak mengandung unsur SARA, menyinggung kelompok gender tertentu apalagi klub sepak bola, please jangan lakukan itu.