Surat Untuk Mahasiswa |
Mendung kini
menyelimuti kota Parepare. Di samping komputer tempo doeloe dan di bawah sinar
lampu yang sesekali padam karena sudah tak mampu lagi menemaniku di kala
berkelana dengan pena. Namun kesetiaannya akan selalu ku kenang dan ketika Ia
padam untuk selamanya, ku akan mencoba menuangkan ceritaku bersamanya dalam
tulisan-tulisan seperti tulisan ku terdahulu. dan mungkin sepucuk surat lusuh
untuk kaum muda ini adalah tulisan terakhir dimana sinarnya masih bisa ku
nikmati.
Saat menulis surat
ini, sering kali ku menutup pena untuk sejenak berfikir apa yang akan
kusampaikan padamu si kaum muda. Ku masih bertanya-tanya siapakah kaum muda itu
? siapa kalian ? siapa kalian yang seakan di daulat sebagai Agen Perubahan,
dikatakan sebagai kaum yang mampu mengontrol kehidupan social, Kaum yang selalu
di agung-agungkan. Tapi ku heran mengapa disaat kalian di puja puji, terkadang
pula kalian di caci, di abaikan, di katakan perusak, di benci, di musuhi bahkan
untuk di lenyapkan. Tapi ku yakin kalian bukanlah sosok misterius, kalian
bukanlah sosok kaum yang seharusnya di lenyapkan. Oh iya, di dalam surat ini,
aku juga ingin menyampaikan tapi mungkin lebih tepatnya mengingatkan kembali
bahwa sekarang negeri kita, masyarakat kita, orang tua kita, kini telah di
perlakukan seperti seorang budak di rumah sendiri. Kita bagaikan tuan rumah
yang di jadikan budak oleh tamunya di rumah sendiri, dan sebenarnya kita pun
Juga merasakan hal itu. Tapi masalahnya apakah kita merasa di perbudaknya ?
Tentang perbudakan di negeri sendiri Mungkin kalian sudah tahu atau justru
lebih tahu. Kalian pernah dengar tidak sesorang yang mengatakan bahwa jika
ingin menguasai dunia kuasailah Indonesia terlebih dahulu. Perkataan itu juga
mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kalian. Tapi pernah kah kalian
berfikir bahwa betapa kayanya negeri kita sehingga orang itu mengatakan hal
tersebut. Mungkin kalian juga sudah berfikir tentang itu sebelum aku
memikirkannya dan memberitahumu. Itulah hebatnya kalian.
Kemarin malam aku
duduk bertiga dengan mama dan adik kecilku di ruang tamu, lebih tepatnya kami
sedang menikmati hiburan dari televisi kecil yang tergolong tua. Salah satu
benda yang begitu mewah bagi kami. Kami tinggal bertiga di sebuah rumah kecil
peninggalan Ayah, tepatnya berada di sudut kota yang begitu jauh dari kehidupan
atau ramainya kota Parepare Sulawesi Selatan. Namaku Ame’, Aku sendiri sudah
duduk di bangku kelas dua Sekolah Menengah Umum. Adik kecilku masih belajar di
sekolah dasar dan kesibukan mama sebagai buruh cuci dari tetangga-tetangga yang
menggunakan jasanya.
Maaf soal perkenalan keluarga kecilku tadi, aku berfikir kalian akan bertanya-tanya bahwa siapa penulis dan pengirim surat ini jika aku tidak memperkenalkan diri. Sampai saat ini aku masih bingung untuk menetapkan isi atau inti dari suratku ini, tapi kalian harus tahu bahwa surat ini bukanlah surat yang bernada romantisme atau sesuatu yang bersifat ceremonial semata.
Saat menonton bertiga
dengan keluargaku, aku menyaksikan puluhan orang dari kaummu yang melakukan
aksi demonstran. Aku salut, kalian memang tidak salah di nobatkan sebagai
penyambung lidah rakyat. Tapi jujur, aku takut salah dan menyesal telah
mengatakan hal tersebut. Oh iya, aku mau bertanya, benderah merah, kuning,
hitam, biru, dan sebagainya dan baju kuning, merah, biru, coklat dan sebagainya
juga. Mengapa harus ada. Bukankah kalian satu dalam kaum muda ? mengapa harus
berwarna-warni, mengapa harus terkotak-kotakkan. Aku juga sering mendengar perselisihan
yang terjadi antara kalian sesama kaum muda. Apa karena perbedaan warna
benderah dan baju tadi, tapi persoalan itu adalah persoalan kalian. Tidak usah
kita perdebatkan. Sebelum meninggalkan topic perbedaan kalian, bagaimana jika
perbedaan kalian, warna-warninya kalian berpegangan dalam satu gerakan, Satu
tujuan. walau perselisihan kalian terjadi hanya karena perbedaan idiologi. Jika
kalian ingin bersatu, kalian bisa mempertimbangkan saranku tadi. Bagiku tidak
perlu untuk menjadi satu, cukup kalian bersatu.
Maaf jika aku yang
banyak Tanya, yang jelas aku bukan wartawan. Aku hanyalah anak dari keluarga
kecil yang masih merasa di jajah dan belum merasakan kemerdekaan. Penjajahan
oleh system kapitalisme yang mungkin kalian lebih tau dan mengerti akan istilah
tersebut.
Kalian masih ingat
tidak ribuan kaum muda terdahulu yang atas nama rakyat turun kejalan
meneriakkan perlawanan terhadap rezim Soeharto dan berhasil menggulingkan
Soeharto dan orbanya di ganti dengan reformasi. Ku pikir kita akan sejahtera
setelah peristiwa itu, tapi ternyata tidak ! kita masih saja di di perbudak di
rumah sendiri. Apa benar itu murni gerakan atas nama rakyat. Apa benar gerakan
itu tidak di tunggangi oleh kelas borjuasi, atau jangan sampai gerakan itu
justru settingan dari kapitalis juga. Tapi kalian lah yang lebih tau akan hal
itu.
Setelah melihat kaummu
sekarang ini, agak sedikit sulit untuk merealisasikan saranku tadi, bahkan
hanya untuk mempertimbangkanpun juga mungkin tak dapat. Aku merasa rindu
melihat warna-warni benderah berpegangan dalam satu barisan ketika melakukan
aksi di jalanan, bagiku itu terlihat indah dan mengagumkan. Tapi ku kembali
lagi mengatakan, mungkin sulit untuk itu. Tapi jangan sampai karena tujuan yang
memang sudah berbeda di karenakan adanya kepentingan dari warnanya kalian.
Kasihan jika memang sudah seperti itu.
Kembai lagi aku ingin
bertanya siapa sebenarnya kalian ? apakah kalian sadar dimana posisi
kalian. Bukankah kalian juga yang di daulat sebagai kaum terpelajar. Jangan
sampai dengan ilmu yang tinggi justru kalian gunakan untuk membohongi orang
lain. Seperti yang telah kita ketahui, negeri kita masih di jajah. Apa
kalian sadar akan penjajahan gaya baru ini. Mungkin kalian belum sadar, tapi
jangan sampai kalian sadar, namun tak mau bergerak untuk merubahnya atau apatis
terhadap semuanya. Tapi aku tetap pada prasangka ku bahwa kalian itu
orang-orang yang hebat.
Kalian tahu tidak apa
itu kapitalisme ? jelas kalian pasti tau, aku yakin itu. Tapi apakah kalian
juga tau apa dampak dari kapitalisme. Sekali lagi kalian juga pasti tau akan
hal itu. Prasangka ku memang tidak meleset bahwa kalian itu orang-orang yang
hebat. Jika kalian sudah tau semua, atau mungkin kalian lebih tau. Mana gerakan
nyata kalian untuk membebaskan rakyat dari kedzaliman kapitalisme di negeri
kita.
Aku hanya bisa
memanggilmu kaum muda, maaf jika panggilan itu tidak terlalu keren di telinga
kalian. Untuk akhir dari suratku, aku lagi-lagi berharap kalian sadar akan
posisi yang mengerti kondisi hari ini. Maaf juga jika akau banyak Tanya, kalian
tidak perlu menjawab semua pertanyaanku tadi. Bahkan kalian tidak usah mengirim
surat balasan kepadaku. Dan untuk pertanyaanku yang menanyakan siapa kalian,
juga tidak usah kalian jawab. Karena aku lebih tau siapa kalian di bandingkan kalian
sendiri. Mungkin hanya itu kehebatanku.
Terima
kasih
Ame' dan Keluarga.
Parepare, 25 Februari 2014.
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan tidak mengandung unsur SARA, menyinggung kelompok gender tertentu apalagi klub sepak bola, please jangan lakukan itu.