Gerakan Mahasiswa : Idealisme atau ditunggangi ?

Gerakan Mahasiswa : Idealisme atau ditunggangi ?
Tulisan ini dibuat berdasarkan pandangan saya terhadap Gerakan Mahasiswa disertai tinjauan pustaka dan realita tanpa bermaksud menyinggung perasaan pihak manapun. Dengan adanya tulisan ini diharapkan kesadaran mahasiswa terhadap fungsi dan perannya bagi bangsa juga negara. Oleh sebab itu, hal ini nantinya akan dikaitkan dengan Gerakan Mahasiswa yang harusnya dilandasi dengan idealisme dalam diri mahasiswa.

Diawali dengan pengertian politik terlebih dahulu. Firmanzah (2007: 48) menjelaskan bahwa dari buku The Republic, kita dapat dengan mudah memahami bahwa tujuan Plato melalui konsep ini dipahami sebagai konsep terciptanya masyarakat ideal. Politik kemudian diartikan sebagai semua usaha dan aktivitas untuk membangun dan mewujudkan masyarakat yang ideal atau lebih baik dibandingkan dengan kondisi sekarang. Selanjutnya Aristoteles dalam bukunya The Politics menyatakan bahwa “Man is by nature a political animal”. Sehingga, politik bukanlah konsep yang diciptakan, melainkan sesungguhnya bisa ditemukan dalam diri setiap orang. Dengan demikian, terlihat jelas bahwa definisi politik awalnya merupakan sesuatu yang baik dan ditujukan untuk menciptakan masyarakat ideal.

Secara singkat, kata politik kemudian terkait dengan keragaman kepentingan, konflik, dan kekuasaan yang tak terelakkan. Adanya kepentingan tersebut disebabkan bahwa dalam masyarakat terdapat susunan individu-individu dan kelompok-kelompok sosial yang memiliki latar belakang berbeda (Firmanzah, 2007). Politik secara mutlak juga menjadikan seseorang memiliki wewenang dalam mengatur roda pemerintahan dan menetapkan kebijakan berdasarkan legitimasi rakyat. 

Namun jika kekuasaan dan kewenangan tersebut dinilai tidak berjalan sebagaimana mestinya, seperti penyalagunaan kekuasaan dan kewenangan untuk melakukan korupsi, kebijakan dinilai tidak pro rakyat dan sebagainya, maka hal tersebut akan memunculkan reaksi dari berbagai kalangan, terutama mahasiswa. Hal ini tidak terlepas dengan makna dari kata mahasiswa itu sendiri. Maha berarti yang tertinggi, dan siswa berarti pelajar. Dengan demikian, mahasiswa dapat dikatakan sebagai tingkat tertinggi dalam struktur pelajar yang otomatis juga akan mengemban tanggungjawab besar dalam menentukan arah bangsa ini akan dibawa kemana nantinya, termasuk dalam hal menyangkut ranah politik.

Mahasiswa mengemban tanggungjawab akan hal tersebut didukung dengan bentuk negara Indonesia yang merupakan negara demokrasi. Seperti yang kita tahu, bahwa demokrasi menempatkan rakyat dalam posisi tertinggi pengambil keputusan melalui wakil-wakil mereka dalam pemerintahan. Samuddin dalam Bawazir (2015: 78) menyatakan bahwa kedaulatan tertinggi dalam suatu negara demokrasi ada di tangan rakyat, dan rakyat memiliki hak, suara dan kesempatan yang sama dalam mengatur kebijakan pemerintah. Artinya, rakyat memiliki peran dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. 


Hal ini dikarenakan setiap manusia memiliki Hak Asasi Manusia yang sebenarnya melekat sejak manusia masih dalam kandungan hingga ia meninggal. Oleh sebab itu, Hak Asasi Manusia menjadi bagian dan disebutkan dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 mengenai hak-hak setiap orang. 

Salah satunya hak kebebasan berpendapat yang tertuang pada pasal 28E ayat 3 berbunyi bahwa, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Dengan hak kebebasan berpendapat tersebut, mahasiswa sebagai penyambung lidah rakyat yang berfungsi sebagai agen perubahan, pengendali keadaan sosial, generasi penerus bangsa serta penjaga gerakan moral, berhak ikut menyampaikan pendapat mereka.

Penyampaian pendapat oleh mahasiswa biasanya dilakukan melalui gerakan mahasiswa, yang sudah seharusnya dilakukan sesuai tata cara yang baik dan benar pula. Sebenarnya, gerakan mahasiswa penting dan harus secara berkesinambungan dilakukan karena gerakan mahasiswa adalah suatu bentuk usaha bersama. Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan perubahan tatanan kehidupan dalam masyarakat agar menjadi lebih baik serta sesuai nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Entah itu berkaitan dalam hal ekonomi, Hak Asasi Manusia, menuntut keadilan, atau apapun itu.

Sehingga dengan menyampaikan pendapat tersebut, mahasiswa turut berperan menerapkan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang merupakan dasar pola pikir serta landasan tanggung jawab menjadi mahasiswa, khususnya pengabdian masyarakat. Pengabdian masyarakat pun sudah dapat terlihat dan dilaksanakan melalui program kerja organisasi-organisasi mahasiswa intra maupun ekstra kampus. Oleh sebab itu, mahasiswa seharusnya memiliki idealisme. Dimana idealisme dapat dikatakan sebagai sesuatu yang diyakini benar, murni dari pandangan pribadi tanpa dipengaruhi oleh pihak luar yang menggeser makna dari kebenaran itu sendiri. 

Tidak benar, jika mahasiswa mengabdikan diri pada kekuasaan yang mulai menunjukkan keliberalisme-annnya, apalagi jika hanya berdiam diri melihat masyarakat miskin nan lemah ditindas oleh kalangan elit penguasa. Dengan demikian, saat terjadi suatu hal yang dirasa menyimpang atau tidak benar dalam tubuh politik beserta rentetan kebijakan yang dibuat, maka gerakan mahasiswa muncul sebagai penengah antara masyarakat dengan pemerintah melalui pendapat dan aspirasi masyarakat yang disampaikan melalui gerakan mahasiswa.

Gerakan mahasiswa umumnya dapat berupa seperti hearing, audiensi dengan pihak pejabat terkait, maupun melakukan aksi turun jalan atau yang sering kita sebut demonstrasi. Namun gerakan mahasiswa yang paling sering dilakukan, yaitu aksi turun jalan. Hal ini dikarenakan aksi turun jalan dianggap merupakan cara menyampaikan pendapat yang paling cepat dan efektif, tanpa harus melakukan riset dengan dana besar dan memakan waktu lama terlebih dahulu. Akan tetapi, aksi turun jalan ini tidak serta merta dilakukan begitu saja. 

Melainkan sebelum aksi turun jalan tersebut digelar, penting untuk mempertimbangkan tahapan-tahapan juga mengkaji berbagai persoalan yang membutuhkan diskusi panjang. Disamping itu, hal ini disertai pencarian data-data yang akurat dan valid sebagai bukti penguat kenapa aksi turun jalan tersebut harus dilakukan.

Jika kembali mengulas sejarah, jauh sebelum Undang-undang Dasar 1945 dibentuk kemudian diamandemen kedua kali pada tahun 2000, khususnya pasal 28E seperti yang berhasil diubah dan kita ketahui hingga saat ini, organisasi seperti Budi Oetomo sudah lebih dulu didirikan oleh mahasiswa pendidikan STOVIA di Jakarta pada 20 Mei 1908. Dijelaskan dalam Kahin (2005: 11) bahwa Budi Utomo lahir untuk merangsang dan memajukan orang Jawa.  untuk menghadapi kehidupan modern. Hal ini menunjukkan kaum intelektual Budi Utomo jelas melawan kekuasaan kolonialisme pada saat itu. 

Dengan demikian, mahasiswa sudah mulai menampakkan semangat perjuangan dan keempat fungsinya, bahkan sebelum Indonesia merdeka. Lantas hal ini jelas memicu pergerakan-pergerakan mahasiswa lain di tahun-tahun berikutnya, maka tidak heran jika hingga saat ini pergerakan mahasiswa pun masih berlanjut dengan melihat keadaan politik yang ada.

Dari sekian banyaknya pergerakan nasional dan mahasiswa yang pernah terjadi di Indonesia, peristiwa-peristiwa gerakan mahasiswa pada masa Orde Barulah yang paling memorable di mata masyarakat hingga kini. Terbukti dengan masih adanya perhatian masyarakat sehingga memunculkan tulisan, yang sebagian besar menuai kritikan masih mengulas sejumlah kenangan terhadap masa pemerintahan yang berlangsung selama 32 tersebut. Puncak gerakan mahasiswa yang terjadi di Indonesia masa itu, yakni peristiwa Trisakti. 

Peristiwa Trisakti adalah peristiwa penembakan mahasiswa Trisakti oleh aparat keamanan pada tanggal 12 Mei 1998 di Jakarta (Suparman, 2013: 330). Penyebab utama dari peristiwa tersebut tidak lain karena mahasiswa kala itu menuntut Soeharto agar dilengserkan dari masa jabatannya sebagai presiden. Maka tidak heran, hampir setiap tahun aksi turun jalan mengenang tragedi Trisakti tersebut digelar. Pasalnya, 18 tahun sudah peristiwa tersebut terlewatkan, namun belum juga terungkap titik terang atas penyelesaian tragedi 1998 tersebut.

Sungguh, betapa heroiknya mahasiswa dalam melakukan gerakan pada saat itu. Meskipun di sisi lain, aksi turun jalan mahasiswa juga seringkali menimbulkan kerusakan.  Akan tetapi, sejarah telah menunjukkan bagaimana mereka sebagai generasi muda dengan lantang menyuarakan pendapat terhadap ketidakdilan yang terjadi, bahkan rela mempertaruhkan nyawa. 

Dilansir dari situs berita Liputan 6 pada 12 Mei 2013 menyebutkan bahwa dalam tragedi Trisakti 1998 itu puluhan mahasiswa menderita luka-luka berat dan ringan. Para korban tewas adalah empat mahasiswa tewas, di antaranya Elang Mulia Lesmana (Fakultas Arsitektur, angkatan 1996), Heri Hertanto (Fakultas Teknik Industri, angkatan 95), Hendriawan Sie (Fakultas Ekonomi, angakatan 96), dan Hafidin Royan (Fakultas Teknik Sipil, angkatan 95).

Sementara jika melihat keadaan sekarang, heroisme dalam diri mahasiswa sudah mulai berkurang dan terbatasi. Sebagian mahasiswa masih berpikir dan mempertanyakan tentang bagaimana cara agar bisa membagi waktu kuliah dengan ikut berorganisasi, bagaimana bisa mengikuti aksi turun jalan dengan mempertahankan IPK di atas 3,00, dan lain sebagainya. Hal-hal seperti itulah yang sering muncul dalam benak mahasiswa sehingga mereka harus berpikir dua kali atau bahkan enggan untuk mengikuti aksi turun jalan yang sebenarnya bermanfaat bagi masyarakat tersebut.

Selain itu, alasan lain mahasiswa enggan ikut melakukan aksi turun jalan karena pada dasarnya mahasiswa saat ini cenderung apatis. Bukan tidak mungkin jika mahasiswa hingga kini masih ada yang menganggap bahwa aksi turun jalan tersebut tidaklah penting. Karena hal tersebut semakin didukung dengan rendahnya minat mahasiswa untuk membaca dan ingin tahu lebih banyak mengenai sejarah Indonesia. Itu semua terjadi bukan tanpa alasan, di zaman yang semakin canggih ini pola pikir para generasi muda, termasuk mahasiswa tergeser dengan adanya sosial media dan gadget.

Pada akhirnya, gerakan mahasiswa berupa aksi turun jalan kini mendapat stigma negatif dari masyarakat karena dampak aksi turun jalan yang dilakukan. Misalnya, dilansir dari situs BBC Indonesia pada 17 Februari 2017 memberitakan kecaman atas aksi mahasiswa yang melakukan potong ayam saat aksi turun jalan menentang pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla pada 20 Oktober 2016 lalu. 

Dalam berita tersebut menunjukkan tubuh ayam yang masih menggelepar itu, diletakkan di atas foto Jokowi dan Jusuf Kalla sehingga tampak berlumur darah. Tidak hanya itu, aksi bakar ban di jalan raya sehingga menyebabkan kemacetan akibat aksi turun jalan mahasiswa juga diberitakan dalam SINDONEWS.com pada 12 Januari 2017, dimana mahasiswa di Pekanbaru, Riau saat itu melakukan aksi 121. Dan masih banyak lagi kasus aksi turun jalan mahasiswa yang menyebabkan fasilitas umum rusak, seperti kasus aksi turun jalan mahasiswa di Makassar, Solo dan lain-lain. Dengan demikian, menunjukkan bahwa gerakan mahasiswa berupa aksi turun jalan tersebut jika tidak dikoordinir dengan baik, maka akan menyebabkan kerusuhan anarkis yang berimbas pada terganggunya ketertiban umum, kerusakan fasilitas umum, bahkan dianggap sadisme, dan sebagainya.

Sejatinya, gerakan mahasiswa dapat dikatakan sebagai jantung penggerak mahasiswa. Mengingat salah satu fungsi mahasiswa sebagai penyambung lidah antara masyarakat dan pemerintah, maka dengan adanya gerakan mahasiswa berupa aksi turun jalan tersebut membuat eksistensi mahasiswa tak kian padam.  Dasar dalam melakukan gerakan mahasiswa juga tidak lepas dari proses berpikir yang panjang. 

Mulai dari mempertimbangkan, menganalisis, mengamati, mengkaji, hingga akhirnya ditemukan keputusan kenapa aksi tersebut dilakukan. Maka dalam hal ini, idealisme merupakan komponen utama dalam aksi turun jalan yang hendak dilakukan oleh mahasiswa, sedangkan kepentingan politik bisa saja merupakan bagian dari komponen pendukungnya. Dengan demikian, jika suatu gerakan mahasiswa tidak diikuti dengan idealisme dalam diri mahasiswa serta tanpa mempertimbangkan segala aspek manajemen aksi dengan matang, maka memungkinkan untuk gerakan mahasiswa tersebut lebih mudah ditungganggi atas kepentingan oknum pejabat politik tertentu.

Nur Wulandhari

Berkomentarlah dengan tidak mengandung unsur SARA, menyinggung kelompok gender tertentu apalagi klub sepak bola, please jangan lakukan itu.

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan tidak mengandung unsur SARA, menyinggung kelompok gender tertentu apalagi klub sepak bola, please jangan lakukan itu.

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama