Internasionalisme Dalam Persatuan Buruh dan Rakyat |
"Bangun lah kaum yang terhina, bangun lah kaum yang lapar
Kehendak yang mulia dalam dunia, senantiasa bertambah besarLenyapkan adat dan paham tua, kita rakyat sadar sadarDunia sudah berganti rupa untuk kemenangan kitaPerjuangan penghabisan, kumpul lah melawanDan Internasionale pasti di dunia"
Sudah cukup sering kita membicarakan
sejarah May Day. Peristiwa Haymarket yang meninggalkan ratusan korban, serta
meluasnya tuntutan 8 jam kerja yang pada akhirnya dimenangkan oleh klas buruh.
May Day dapat dimaknai sebagai peringatan atas korban dan kemenangan perjuangan
8 jam kerja yang dirasakan klas buruh sekarang ini. Tetapi memaknai May Day
sekedar itu tidak harus membawa kita turun ke jalan. Memperingati korban dan
kemenangan bisa dilakukan dimanapun tanpa melakukan aksi unjuk rasa (protes),
seperti himbauan pemerintah klas pemodal kepada buruh.
Beruntung lagu 'internasionale' diatas
diciptakan dan sering dinyanyikan tiap tahunnya dalam May Day
di banyak negara dengan beragam bahasa. Liriknya menuntun klas buruh dimanapun
untuk terus berjuang selama masih terhina dan lapar hingga kemenangan
akhir internasional dicapai. Atas alasan itu organisasi
buruh internasional mencetuskan Hari Buruh Internasional yang saat ini sudah diperingati oleh klas buruh di hampir semua negara. Yakni agar klas
buruh terus memperkuat ikatan klasnya secara internasional. May Day dengan demikian adalah wujud internasionalisme klas buruh.
Namun demikian, itu tidak berarti seluruh
klas buruh memiliki watak Internasional. Tidak berarti pula dengan watak
internasional, klas buruh tiap negeri tidak terikat pada tugas menaklukkan klas
pemodal di negerinya masing-masing. Tetapi bagaimana menempatkan watak internasional klas buruh dalam
perjuangan di tiap negeri?
Negara Klas Pemodal
Walaupun telah mendunia, kapitalisme
tetap tidak akan berkembang di suatu negeri tanpa adanya kekuasaan negara (klas
pemodal). Negara lah yang merawat dan membesarkan kapitalisme hingga pada
bentuk yang sekarang, dan yang saling menentukan hubungannya secara
internasional dalam rantai kapitalisme. Oleh kekuasaan negara pula, kapitalisme
tidak bisa dipandang sama di tiap negeri, dan tidak bisa pula dipandang
memiliki hasil yang sama terhadap masyarakat di tiap negeri, yakni klas pemodal
dan rakyat pekerjanya. Ingat, bahwa kemenangan tuntutan 8 jam kerja pun tidak
pernah terjadi serentak secara internasional. Setiap negeri punya tahap yang
berbeda dalam menjalankannya.
Perbedaan ini juga sering nampak pada
permukaan yang lebih luas: klas buruh di negeri-negeri maju lebih banyak
terlibat dalam serikat buruh dibanding klas buruh di Indonesia. Klas pemodal di
negeri-negeri maju lebih mampu berproduksi dengan teknologi tinggi bahkan ramah lingkungan, klas pemodal Indonesia hanya mampu berproduksi
dengan teknologi rendah. Perwakilan klas pemodal di negeri-negeri maju lebih
rela mundur dari jabatannya--demi kelangsungan klas pemodal secara keseluruhan,
perwakilan klas pemodal di Indonesia lebih mempertahankan jabatannya karena
lebih tergantung pada akses terhadap negara bagi kelangsungan klasnya. Banyak
lagi hal khusus lain yang dapat membedakan masyarakat kapitalis di satu negeri
dengan negeri yang lain.
Demikian walaupun terdapat benang merah
dari setiap masalah rakyat pekerja sedunia oleh kapitalisme, setiap negeri
tetap memiliki masalah khususnya sendiri. Masalah khusus tiap negeri lahir dari
sejarah tiap negeri yang menentukan cara klas pemodal tiap negeri berkuasa dan
cara mereka mengeksploitasi alam serta manusianya. Masalah khusus sering juga
berarti cara yang khusus dari rakyat pekerja tiap negeri dalam
menaklukkan klas pemodalnya.
Kapitalisme pada akhirnya harus
dihancurkan dari masing-masing negeri, dan membuat musuh utama klas buruh
adalah klas pemodal yang berkuasa di masing-masing negeri. Namun di Indonesia dan beberapa negara industri terbelakang lainnya, dalam menghadapi klas
pemodal, klas buruh lebih terikat dengan klas-klas
lain diluar dirinya. Selain karena jumlah populasi yang tidak mencapai mayoritas
masyarakat, juga karena terdapat lebih banyak klas dan pertentangan
klas lain diluar buruh-pemodal yang ikut mempengaruhi pertempuran buruh-pemodal itu sendiri.
Klas buruh Indonesia berhadapan dengan situasi dimana perjuangan untuk upah
layak lebih berkaitan dengan perjuangan tani untuk tanah, lebih berkaitan
dengan perjuangan pemuda untuk pendidikan dan
pekerjaan. Singkatnya, lebih berkaitan dengan perjuangan rakyat secara umum
untuk demokrasi dan kesejahteraan. Tentu tidak mudah menjadikan
perjuangan klas-klas lain terhadap klas pemodal sebagai perjuangan yang menyatu
dibawah panji penghancuran kapitalisme. Tapi lebih
tidak mungkin untuk menghancurkan kapitalisme dengan kekuatan klas buruh sendirian.
Disini klas buruh berkepentingan atas bertumbuhnya gerakan rakyat secara umum bagi
kepentingan klasnya. Terkhusus kaum tani yang semakin dimiskinkan oleh
kapitalisme, dan masih menjadi tenaga produksi yang
penting dalam menentukan perubahan mendasar di Indonesia.
Buruh Untuk Rakyat
Bukan suatu kebetulan bila kapitalisme
dalam perkembangannya telah masuk ke pertanian dan membawa pertentangannya
dengan kaum tani. Sudah sejak orde baru, tepatnya saat diluncurkannya 'revolusi
hijau', klas pemodal mendapat angin segar untuk melakukan kapitalisasi di dunia
pertanian. Namun bukan berarti kaum tani secara keseluruhan sudah menjadi klas
buruh (yang mendapatkan penindasan upah). Hanya sebagian saja kaum tani yang
dapat disebut buruh-tani, karena tidak memiliki tanah atau bekerja dengan
diupah, baik dalam pertanian maupun perkebunan. Namun populasi terbesar kaum
tani masih tetap merupakan petani penggarap dan pemilik tanah kecil yang
semakin dicekik oleh tingginya harga kebutuhan pertanian (benih, pupuk, obat,
mesin, dll), tingginya harga sewa atau bagi hasil tanah, dan rendahnya harga
hasil panen. Kaum tani dikepung dari segala penjuru untuk menyerahkan
tanah-tanah mereka kepada tuan tanah ataupun pemodal.
Peran tuan tanah tentu masih ada dalam
penindasan terhadap kaum tani. Di berbagai daerah, tuan tanah masih berperan
menentukan sistem sewa tanah atau bagi hasil yang memberatkan kaum tani
penggarap. Ditambah faktor dimana tuan tanah biasanya juga adalah pemimpin adat
atau pemimpin agama yang mengikat kaum tani pada sikap tunduk. Namun
demikian, kekuasaan tuan tanah semakin dibatasi oleh klas pemodal. Para tuan
tanah semakin didorong bekerjasama hingga tergantung dengan klas pemodal dalam mengelola tanah, dan secara perlahan tuan tanah juga mulai berganti
rupa menjadi klas pemodal. Namun perubahan tersebut terjadi
tanpa sepenuhnya melepas adat-budaya peninggalan feodal yang masih
menguntungkan mereka. Dalam politik, ini dapat disejajarkan dengan Daerah
Istimewa Yogyakarta sebagai sistem pemerintahan feodal (tanpa pemilihan) yang
berada dibawah sistem pemerintahan demokrasi pemodal.
Dilihat dari struktur penguasaan tanah,
hanya 0,2% penduduk saja yang sedang menguasai 56% aset nasional dalam bentuk
kepemilikan tanah. Disamping itu, 35% daratan Indonesia telah dikuasai oleh
para pemodal lewat 1.194 kuasa pertambangan, 341 kontrak karya pertambangan,
dan 257 kontrak pertambangan batubara. Negara klas pemodal tentu punya andil
besar dalam memberi ruang bagi klas pemodal untuk menguasai tanah ketimbang
memberikan penguasaannya pada kaum tani. Izin penguasaan lahan pun telah
mencapai rekor terlama sepanjang sejarah sejak kolonial, yakni 95 tahun.
Dari kenyataan itu, kaum tani saat ini
dikepung dalam dua pertempuran klas sekaligus. Di satu sisi dengan pemodal, di
sisi lain dengan tuan tanah. Dalam menghadapi klas pemodal, baik kapitalis
pertanian, perusahaan tambang maupun perkebunan, kaum tani berjuang untuk
mempertahankan kepemilikannya atas tanah (kecil) mereka, atau memperjuangkan
tanah-tanah yang pernah diserobot oleh negara maupun korporasi. Disaat yang sama kaum tani juga berjuang untuk akses terhadap
bahan-bahan pertanian yang lebih murah serta jaminan atas hasil panen yang
lebih baik. Sedangkan dalam menghadapi tuan tanah, kaum tani berjuang untuk sistem sewa tanah atau bagi hasil yang lebih berpihak pada kaum
tani.
Klas buruh tentu harus memformulasikan
program perjuangan untuk menyelesaikan masalah-masalah kaum tani secara
keseluruhan. Klas buruh harus turut membantu pertempuran kaum tani, yang dalam
banyak segi juga menguntungkan pertempuran klas buruh dengan klas pemodal. Program untuk kaum tani ini sering disebut oleh banyak kaum tani dan
aktivisnya sebagai reforma agraria.
Kita bersepakat dengan reforma agraria untuk kaum tani. Namun dalam mengajukan program ini, klas buruh perlu menyadari masa
depan masyarakat yang akan dipimpinnya. Dalam masyarakat yang bebas dari
kapitalisme, kaum tani adalah pemilik sekaligus pekerja di pertanian kolektif
dan modern dibawah dewan-dewan tani. Sama halnya klas buruh di pabrik-pabrik
yang dikelola secara kolektif dibawah komite pabrik dan dewan buruh. Sehingga melalui reforma agraria, klas buruh perlu memajukan kaum tani untuk membentuk dewan-dewan tani.
Tentu ini tidak berarti bahwa kepemilikan individu tani atas tanah
dilarang. Kaum tani perlu dijamin haknya dalam memiliki tanah. Tetapi perlu menekankan apa yang dikatakan Soekarno, bahwa tanah adalah
untuk mereka yang mengerjakannya. Namun dalam pemerintahan
klas buruh dan rakyat ke depan, klas buruh perlu menawarkan suatu reforma
agraria dengan bentuk kepemilikan kolektif bagi pengelolaan yang modern dan
ekologis. Buruh tani adalah bagian utama yang perlu dipromosikan untuk masuk ke dalam pertanian kolektif ini, karena juga merupakan bagian dari klas buruh dan lebih dulu
bekerja secara kolektif atas tanah. Untuk mewujudkan itu, tanah-tanah
milik tuan tanah dan kapitalis pertanian tentu harus dinasionalisasi untuk diserahkan haknya kepada kaum tani (baik buruh tani maupun tani penggarap).
Namun di tahap sekarang dibawah
kapitalisme, adalah perlu untuk memperjuangkan tanah agar dimiliki kaum tani
(bahkan secara individual) ketimbang membiarkannya berada dibawah kekuasaan
pemodal maupun tuan tanah. Pembatasan kepemilikan sekaligus jaminan kepemilikan
minimal atas tanah yang terkandung dalam UUPA 1960 dapat dikedepankan sebagai
pendekatan awal gerakan kaum tani bagi reforma agraria.
Demikian juga terhadap
kaum pemuda, pengangguran maupun borjuis/pedagang kecil yang terhuyung-huyung
tanpa masa depan dalam kapitalisme. Pendidikan, kesehatan, perumahan dan lapangan
pekerjaan yang layak perlu dibawa klas buruh untuk membantu penghidupan rakyat banyak sekaligus mengajaknya bergerak dalam satu barisan. Namun disaat yang sama, solusi mendasar untuk menghancurkan kapitalisme juga perlu semakin didorong ke bentuk perjuangan politik
bersama.
Dengan turun tangan berjuang untuk masalah-masalah rakyat, bukan berarti klas
buruh tenggelam dalam perjuangan yang berisikan reforma-reforma semata.
Melainkan suatu cara bagi klas buruh untuk meningkatkan kapasitas politiknya,
sekaligus cara untuk memenangkan klas-klas tertindas lain untuk menjadi 'klas
buruh' secara politik, yang menjadi penting bagi dukungan klas tertindas lain terhadap
tugas internasional klas buruh.
Watak dan Tugas Internasional
Penting mengingat sejarah bahwa kemerdekaan Indonesia telah mendapat
kontribusi dukungan dari klas buruh secara internasional. Klas buruh maritim Australia bahkan pernah melakukan mogok pada kapal-kapal
yang akan membawa logistik dan persenjataan imperialis ke Indonesia.
Klas buruh dianggap pelopor, salah satunya karena klas buruh tidak memiliki
kepentingan atas adanya sekat-sekat negara yang dibangun oleh klas pemodal.
Klas buruh menolak globalisasi bukan karena takut pada datangnya klas buruh
dari negeri-negeri lain, tetapi karena menolak perdagangan bebas yang mendorong
menguatnya dominasi modal terhadap klas buruh dan rakyat secara umum. Disini
klas buruh perlu menempatkan watak internasionalnya untuk tidak membangun
organisasi buruh berdasarkan agama, suku dan etnis di tiap negeri. Disaat yang
sama klas buruh justru harus menolak segala politisasi dan penggunaan
kepentingan SARA di setiap negeri. Hal ini karena dalam sejarahnya, politisasi
SARA dilakukan oleh klas pemodal untuk memecah kesatuan klas-klas tertindas.
Disaat yang sama klas buruh di dunia memiliki agama, suku dan etnis yang
bermacam-macam yang tak bisa digunakan untuk kepentingan SARA itu sendiri.
(Tulisan ini dimuat dalam Koran Arah Juang Edisi III)
Kirta Braja (KPO PRP Jatabek)
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan tidak mengandung unsur SARA, menyinggung kelompok gender tertentu apalagi klub sepak bola, please jangan lakukan itu.