Mahasiswa merupakan kaum muda yang idientik dengan kecerdasan tinggi, penggerak perubahan, dan merupakan elemen penting dalam pembangunan suatu bangsa. Mahasiswa membutuhkan independensi, wadah, dan kemandirian untuk merealisasikan imajinasi maupun gagasan untuk melakukan perubahan. Mahasiswa tidak boleh menjadi individu yang jiwanya tergadai oleh birokrat, modernisasi, dan elit politik. Bila sudah tergadai, harapan-harapan yang telah disematkan pada pundak mahasiswa hilang begitu saja.
Mahasiswa juga tidak bisa lepas dan sangat
idientik dengan kampus. Kampus bukan hanya menjadi sarana transfer ilmu dari
dosen ke mahasiswa. Kampus menjadi wadah dimana seorang mahasiswa berkreasi
mengembangkan bakatnya. Kampus menjadi semacam wadah bagi mahasiswa untuk
bertukan pikir, bertukar imajinasi, gagasan, maupun kultural.
Kampus dapat disebut juga sebagai miniatur
pemerintahan negara. Sebab di dalam kampus, mahasiswa juga menjalankan trias
politika: eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang diejawantahkan dalam Badan
Eksekutif Mahasiswa ( BEM ), Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), dan Senat
Mahasiswa ( SEMA).
Selain sebagai wadah pembelajaran berpolitik,
adanya pemerintahan kampus juga berfungsi sebagai pengayom mahasiswa. Artinya,
pemerintahan tersebut ditujukan untuk melayani dan mengurusi kebutuhan yang
diperlukan mahasiswa. Seperti, penghubung mahasiswa dengan dewan rektorat dan
birokrasi, penyalur aspirasi mahasiswa, pengawas terhadap kebijakan birokrasi
kampus, dan lain sebagainya.
Adanya
lembaga dan organisasi kampus yang bergerak dalam bidang pendidikan, seni, pers,
dan lain-lain merupakan salah satu bentuk keseriusan pemerintahan kampus untuk
melayani dan meningkatkan kualitas serta integrasi mahasiswa. Bila semua fungsi,
pelayanan, dan peran dari organisasi kampus berjalan dengan baik, maka akan
tercipta suasana kampus yang baik dan maju. Pun sebaliknya.
Organisasi yang berada di kampus, diakui atau
tidak, sangat menentukan maju tidaknya negara Indonesia. Organisasi kampus
menjadi tempat uji coba dan dasar pembekalan bakat mahasiswa yang dapat
menentukan masa depan bangsa. Apabila mahasiswa yang berkecimpung dalam organisasi
kampus dapat menjalankan roda organisasi dengan baik, maka ketika terjun dalam organisasi
atau lembaga negara, akan lebih mudah karena telah teruji sebelumnya.
Namun realita yang terjadi, elit birokrasi dan
mahasiswa kampus sendiri acap kali terlihat pasif dalam mendukung paradigma,
pemikiran, dan kegiatan yang dicanangkan organisasi kampus. Ini dapat berdampak
besar terhadap kemajuan dan fungsi kampus tersebut. Beralasan memang, karena
ketidak adaan dukungan akan membuat ide-ide, gagasan, dan kegiatan suatu
organisasi akan terbatasi. Bila sudah dibatasi, mahasiswa yang semula giat dan
aktif untuk menyemarakkan kegiatan kampus, menjadi malas dan cenderung
pesimistis. Para mahasiswa juga cenderung lebih hedonis, apatis, dan
individualis, karena wadah mereka untuk belajar bergaul, mengembangkan bakat
dan seni kini tidak seintensif dahulu. Mahasiswa hanya akan menjadi ayam
potong, membuat skripsi, dan menanti kelulusan. Setelah terjun ke dalam
masyarakat, mereka tidak memiliki pengalaman berorganisasi atau bakat yang
signifikan. Jika idealisme organisasi kemahasiswaan dibatasi, maka jangan harap
perpolitikan kampus dapat berjalan dengan baik, sehingga sulit kiranya kampus
untuk mengalami kemajuan.
Ketakutan sebagian organisasi semakin
menjadi-jadi, bila pihak birokrasi sebagai sentral aliran dana dan perizinan
mengeluarkan ultimatum penolakan terhadap suatu wacana atau ide yang digagas
suatu organisasi. Sikap birokrasi yang seperti ini hanya akan mematikan
kreatifitas mahasiswa. Tanda tanya besar akan mucul apabila birokrasi kerap
melakukan penolakan disetiap kegiatan mahasiswa. Yang ada muncul aksi-aksi brutal
mahasiswa dalam menyikapi kebijakan birokrasi yang kurang memuaskan. Sebenarnya
ini tidak dikehendaki oleh kedua kubu, namun mahasiswa yang merasa selalu
dirugikan tidak tahu bagaimana harus melampiaskan kekecewaan. Ini sangat riskan
dan berdampak besar dalam lingkungan pergaulan kampus.
Regulasi
baru.
Melihat realita yang terjadi seperti itu, maka
kiranya perlu bagi organisasi kampus untuk menerapkan regulasi baru dalam
memajukan organisasinya. Dengan harapan, agar paradigma dan program organisasi
dapat berjalan dengan baik. Bila paradigma dan program yang dicanangkan sukses
dan berjalan dengan baik, elit birokrasi dan para mahasiswa yang pasif akan
melihat serta memberikan perhitungan, dan akhirnya mendukung segala program
organisasi yang telah dicanangkan.
Menurut hemat penulis, langkah pertama yang harus dilakukan sebuah organisasi adalah harus bisa berdikari. Tak hanya berdikari, suatu organisasi juga harus solid,mandiri, cerdas, memiliki tekat dan visi-misi yang kuat. Jadi, ketika suatu organisasi sudah mampu berdikari, maka tidak akan goyah oleh pembatasan elit birokrasi maupun keminiman kader. Tidak akan menjadi mental peminta, namun mental pencipta.
Kedua, setelah mampu untuk menciptakan
organisasi yang mampu berdikari, solid, mandiri, cerdas, dan memiliki visi-misi
kuat, diperlukan adanya anggota organisasi yang meritokrat. Organisasi harus
sungguh-sungguh melakukan pembinaan, pengenalan, serta doktrin yang kuat agar anggota
yang sudah ada menjadi individu yang berintegritas dan meritokrat. Bila masing
individu yang meritokrat tersebut mampu bersinergi, maka akan terbentuk suatu
elit meritokrat yang nantinya memperkuat eksistensi organisasi.
Jika sudah menjadi organisasi yang mampu
berdikari dan elit meritokrat, maka langkah ketiga yaitu mampu merevitalisasi
keadaan kampus yang tak lagi bersahabat. Obyek revitalisasi lebih ditekankan
pada mahasiswa yang masih pasif dalam berorganisasi. Revitalisasi harus segera
dilakukan untuk mengingatkan betapa beratnya tugas mahasiswa.
Mahasiswa merupakan pemegang tongkat estafet
kepemimpinan Bangsa. Tugas yang di emban begitu besar dan berat. Untuk itu dibutuhkan
kerja keras dan pengetahuan serta pengalaman kerja nyata di lapangan. Kerja
nyata pun tidak akan pernah diperoleh bila mahasiswa tidak aktif mengikuti
organisasi. Mungkin ini yang bisa dilakukan suatu organisasi untuk meyakinkan
mahasiswa yang masih pasif.
Bila organisasi kampus sudah mampu merubah
regulasinya, menjalankan visi-misi dengan baik, mampu merevitalisasi semangat
organisasi pada mahasiswa, dan mampu untuk meyakinkan birokrasi kampus, maka
segala idealisme, paradigma, maupun program yang telah dicanangkan oleh
organisasi tersebut bukan lagi hadir hanya sebatas aspirasi anggotanya, bukan
lagi sebagai wacana, akan tetapi lahir sebagai sebuah rutinitas kegiatan kampus.
Mengingat keadaan birokrasi kampus yang
semakin bobrok, dekadensi mahasiswa yang semakin mengenaskan, dan keadaan
bangsa Indonesia yang makin carut marut. Harapannya, Melalui organisasi kampus,
bibit mahasiswa yang mumpuni dan bisa diandalkan dapat meretas dan siap terjun.
Melalui organisasi kampus, mahasiswa membawa suatu perubahan yang berarti untuk
kampus dan Bangsanya. Wallahu A’lamu Bi
Al-Shawab.
Oleh : Choirul Huda (Mahasiswa Semester VI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan tidak mengandung unsur SARA, menyinggung kelompok gender tertentu apalagi klub sepak bola, please jangan lakukan itu.