Ilustrasi Pertemuan Jokowi & Putin
Dalam rangka mencari solusi damai antara
Ukraina dan Rusia, Jokowi bertandang ke dua negara tersebut. Tentu saja,
seperti biasa, Presiden sibuk kerja, sementara media dan pengamat, koalisi dan
opisisi hingga warganet dan influencer, dibuat ribut dan saling sikut.
Salah satu hal yang disorot media, dan jadi
perbincangan di jagat maya, adalah posisi duduk Jokowi dan Putin yang hanya
berjarak satu meja. Ini beda, kala presiden Prancis yang datang. Waktu itu,
posisi duduk Putin dan Macron juga hanya berjarak satu meja, tapi meja
panjaaang.
"Dari jarak posisi duduk, kita tahu
mana yang masih mutualan dan mana yang sudah unfol..", tulis Denny Siregar. Yakni, kedekatan Putin dan Jokowi terbaca
melalui dekatnya jarak duduk keduanya.
Antropolog, Edward T. Hall mencetuskan
teori proksemik. Teori ini digunakan untuk menganalisa korelasi antara jarak
dan pesan. Kemudian, teori proksemik
juga dipakai dalam psikologi untuk mengetahui kondisi emosional seseorang terhadap
orang lain. Inti teori ini adalah, keakraban dilihat dari jauh dekatnya jarak.
Dua orang yang duduk berjauhan, dimaknai
sebagai ketidakaraban. Sebaliknya, yang duduk bersebelahan, berarti teman
dekat. Jika anda membenci seseorang, anda berusaha menjaga jarak darinya. Tapi
untuk orang yang anda cintai, anda selalu ingin dekat dengannya. Anda tidak
ingin berdekatan dengan orang yang anda anggap bahaya, tapi berusaha lengket
dengan orang yang anda anggap kaya.
Siswa yang duduk paling depan, dimaknai cerdas.
Yang duduk paling belakang, berarti malas. Jemaah yang berdiri di shaf
terdepan, berarti paham agama dan sewaktu-waktu bisa ingatkan Imam. Jemaah yang
berdiri di shaf paling belakang, berarti awam agama dan kadang mendahului imam.
Dalam rapat, yang paling depan berarti pejabat, lalu disusul rakyat. Semua itu
adalah proksemik. Teori ini yang digunakan warganet menganalisa posisi duduk
Jokowi dengan Putin, dan Putin dengan Macron.
Pada sebagian kasus, proksemik tentu benar.
Namun tak bisa berlaku universal. Ada ragam faktor yang membuat dua atau
beberapa orang harus jaga jarak, meski tak ada benci di antara mereka.
Katakanlah faktor medis, fiqh, budaya dan semacamnya.
"Air dan api mesti dipisahkan
bejana. Jika tidak, air akan memadamkan api. Tuan dan puan mesti dipisahkan
hijab, agar tuan tak jadi api", Begitu kurang lebih kata Rumi. Sebagian
orang, karena faktor kerja misalnya, harus terpisah dari kerabat dan sahabat
yang dikasihinya. Dengan ilmu, kita bisa
mencintai orang-orang terdahulu, meski kita terpisah ruang dan waktu dan tak
pernah bertemu. Bahkan, sebagian wujud, karena level wujudnya melampaui dan
suci dari ruang dan waktu, tak bisa dianalisa dengan proksemik psikologik. Ia
hanya bisa dianalisa dengan proksemik metafisik.
Baca Tulisan Esai Lainnya DI SINI
Progsemik metafisik menihilkan arti jarak fisikal, ruang dan waktu. Kedekatan tidak lagi diukur dengan serumah, setetangga, sekelas atau sekantor. Melainkan, diukur dengan sejiwa atau tidak. Keintiman tidak lagi diukur dengan sekosan, tapi dengan segagasan.
Dalam ibadah, kita berniat qurbatan ilallah, untuk mendekat pada Tuhan. Tentang jarak Rasul saw dengan Tuhan, difirmankan, tsumma dana fa tadalla, fa kana qoba qausaini au adna. Sederhananya, Rasul Saw sangat dekat, dan lebih dekat lagi dengan Tuhan. (An-najm: 8-9)
Apa maksudnya? Apakah Rasul hanya berjarak
satu meja dari Tuhan? Apakah kita mendekat ke Tuhan seperti mendekatnya kita
pada orang yang ngasih cuan? Jarak, jauh dan dekat material (ruang dan waktu)
tak berlaku di sini.
Kata Syahid Muthahhari, jauh-dekatnya manusia
dengan Tuhan adalah jauh-dekat level eksistensial. Pijakan teorinya, gradasi
wujud. Bahwa eksistensi, itu bertingkat-tingkat. Jika anda tak mendaki tangga
eksistensi, maka anda berjarak sangat jauh dari Tuhan. Artinya, anda tak
'akrab' dengan Tuhan, anda tak mencintai-Nya. Sesiapa yang mencintai akan
bergerak menuju yang dicintainya, dan mendekatinya.
Sekedar ilustrasi, Tuhan adalah sumber
cahaya, sedang kita-kita ini adalah cahaya-cahaya yang menempel di lantai.
Perhatikanlah, betapa jauh level diri kita dengan level wujud Tuhan.
Beruntungnya, cahaya-cahaya di lantai itu bisa meningkatkan level eksistensinya
dengan gerak harmonisasi, hingga dekat dengan sumber cahaya.
Jadi, apa itu proksemik metafisik? Proksemik metafisik dapat diterangkan dengan jelas oleh proposisi puitis yang populer, "jauh di mata dekat di hati". Atau kata Rumi, terpisah ruang dan waktu hanya berlaku, jika engkau mencintai dengan mata.
Republik Sofiah
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan tidak mengandung unsur SARA, menyinggung kelompok gender tertentu apalagi klub sepak bola, please jangan lakukan itu.