Serial Romansaktivis : Anwar dan Demonstrasi yang Melempem


Pukul 13:46 saat matahari sudah tepat di ubun-ubun, Lani menutup orasi politiknya. Rey kembali mengambil alih komando, dengan melihat massa aksi yang telah cair, Rey berusaha memenangkan perhatian massa seolah tengah pidato setelah memenangkan pesta politik.


Dari kejauhan, terlihat Anton dan beberapa pimpinan organsasi yang terlibat di aliansi melipir mengarah ke kerumunan intel yang sedari tadi banyak berkeliaran di antara massa aksi. Terlihat Anton dan beberapa elit gerakan lainnya asyik berbisik pelan dengan petinggi aparat, hal demikian menjadi perhatian Anwar yang hatinya mulai memerah terbakar yang sebelumnya cerah bak taman bunga.


Tulisan Sebelumnya : SERIAL ROMANSAKTIVIS : LANI, ORATOR ULUNG YANG DIKAGUMI ANWAR


Bagi Anwar, apa yang dilakukan Anton dan beberapa elit gerakan lainnya adalah dosa dalam gerakan, terlebih hal tersebut dilakukan tanpa mengkomunikasikan dengan semua elit gerakan yang terlibat di aliansi dan tanpa sepengetahuan koordinator lapangan sebagai raja dan Tuhan di barisan demonstrasi. Dengan sedikit kesal, Anwar menghampiri Anton. Anwar menegur untuk segera bergabung dengan massa aksi lainnya, begitu juga dengan beberapa elit gerakan yang turut bersama Anton.


Di sisi lain, Rey mengarahkan massa aksi untuk bergeser ke titik selanjutnya. Dengan sorak sorai yang kembali bergemuruh, massa aksi pelan bergeser ke kantor wali kota Halabis. Setibanya di sana, Anwar menyadari ada yang tidak beres, begitupun Lani dan Rey selaku korlap. Massa aksi setibanya di kantor wali kota terlihat makin berkurang dan cair. Hal itu membuat suasana semakin kalut dalam kecurigaan.


Tanpa basa-basi Anwar meminta Rey sebagai korlap untuk memanggil seluruh perwakilan organisasi yang terlibat di aliansi untuk berkumpul dan melingkar di bawah mokom. Hal demikian menurutnya perlu segera dilakukan untuk mengkoordinasikan segera situasi massa aksi terkini.


Selain itu, Rey juga meminta kepada seluruh massa aksi untuk duduk dan beristirahat sejenak, sembari menunggu hasil koordinasi para elit gerakan atau perwakilan setiap organisasi yang terlibat di aliansi.


Di antara nyanyian massa aksi yang mengalun, rapat koordinasi para elit gerakan pun berlangsung, adu argumen tak terhindarkan, terlebih dua organisasi memilih untuk mundur dan menarik massanya. Namun hal demikian tak bisa ditahan oleh Anwar dan beberapa perwakilan organisasi yang masih memilih untuk tetap melanjutkan aksi.


Setelah dua organisasi menarik diri, terlihat massa aksi sudah semakin cair, begitu sulit membedakan massa aksi dan provokator yang pasti banyak berkeliaran di tengah-tengah massa.

***


Azan dari beberapa Masjid yang tidak begitu jauh dari lokasi aksi sudah bersaut-sautan menandakan waktu Ashar sudah tiba. Massa aksi kembali di istirahatkan dan sebagian bersiap-siap sholat berjamaah di jalanan.


Di tempat berbeda, aparat kepolisian juga terlihat tengah sibuk mempersiapkan tameng dan barisannya, seolah akan terjadi sesuatu kedepannya. Anwar melihat aparat kepolisian juga terus-terusan menambah personilnya.


Setelah sholat Azhar, massa aksi kembali merapatkan barisan. Rey dengan suara seraknya kembali mengambil alih panggung. Atas kesepakatan bersama, massa aksi kemudian bergeser ke titik terakhir yaitu kantor DPRD Kota Halabis yang kurang lebih berjarak 3 km dari kantor Wali Kota.


Setibanya d kantor DPRD, para elit gerakan yang terlibat kembali bergantian menyampaiakan orasi politiknya. Anwar tidak lagi terpesona berlebihan melihat orasi Lani yang sudah kelelahan itu, Anwar sedari tadi sudah was-was melihat massa aksi yang semakin berkurang sedangkan di lain sisi personil kepolisian malah semakin bertambah.


Hari sudah semakin menua, gelap juga sudah mulai menyapa. Kekhawatiran Anwar pun terjawab; Anton sudah tidak terlihat lagi di antara massa aksi, massa dari oragnisasinya pun sudah semakin berkurang, begitu juga Risna ketua Himpunan Mahasiswa Kece yang terkenal arogan itu. Sisa beberapa massa aksi dari organisasi yang masih bertahan itupun didominasi oleh pasukan teknik dari kampus UTS yang dipimpin oleh Anwar.


Tepat di dua arah jalan berbaris puluhan aparat kepolisian lengkap dengan tamengnya seolah akan mengepung massa aksi. Situasi semakin kacau, massa juga semakin mencair, beberapa dari mereka bersiah ketakutan. Lani naik ke atas mokom mengambil alih pengeras suara, ia berusaha menenangkan massa.


Beberapa massa aksi yang masih bertahan kembali meneriakkan jargon-jargonnya, seolah meneguhkan hatinya yang sedikit ketakutan terlebih di tambah gelap yang sudah semakin menyelimuti. Dari arah barisan kepolisian terdengar teriakan “mahasiswa kontol”, soantak membuat massa aksi mulai terprovokasi. Massa aksi sudah tak bisa dikendalikan, tembakan gas air mata pun tak terelakan membuat massa aksi kocar kacir.


Selain lani dengan pengeras suara di atas mokom, Anwar juga turut menenangkan massa aksi. Beberapa provokator dan intel merangsek masuk ke tengah-tengah massa, kemudian dengan paksa menarik Lani turun dari mokom. Beberapa massa aksi dan pimpinan gerakan yang berada di dekatnya berusaha menahan aparat tersebut.


Begitu juga Anwar yang dari belakang di bekuk orang yang betubuh kekar, menariknya menjauh dari massa aksi, menutup kepalanya dengan kain hitam, dan tidak satupun massa aksi yang mengikutinya selain Udding kawan sekaligus sekretarisnya di himpunan Mahasiswa Teknik.


Anwar kemudian di amankan di dalam sebuah ruangan, yang ia pun tidak tahu di mana, turut juga Udding duduk di sebelahnya memeluk lutut. Selain mereka berdua, terlihat beberapa aparat kepolisian bersiap-siap menginterogasi mereka berdua.


 “kenapa kamu bisa di sini ?”, bisik pelan Anwar ke Udding. “saya mengikutimu saat ditarik polisi”, jawab Udding. “lantas bagaimana massa aksi?”, lanjut Anwar bertanya pelan, “sudah kacau, Lani juga ditarik dan gak tau dibawa ke mana”, kembali Udding dengan pelan, “Lani ditarik juga ?!!” keras Anwar menanggapi yang membuat polisi yang ada di situ menegur, “hey !! diam ..!!”.


Di lain tempat, Lani dibawa ke ruangan berbeda tanpa penutup kepala dan tanpa seorang dari massa aksi yang mengikuti. Setibanya di ruangan itu, Lani di persilahkan masuk dengan lembut, terlihat beberapa pimpinan kepolisian, Anton, Risna dan beberapa elit gerakan lainnya asyik bersenda gurau. Hal itu membuat Lani sontak kaget dan tak bisa berkata-kata.


“Eh Lani, sini duduk..”, dengan lembut Anton menyambut. Pelan dan tak sepatah katapun keluar dari mulutnya, Lani berjalan masuk.


Sementara itu, massa aksi terus-terusan dipukul mundur, pasukan teknik berada di garis terdepan, tak sedikitpun rasa takut walau selangkah demi selangkah mundur pelan kebelakang. Melihat beberapa pimpinan elit gerakan di tahan, Rey dan kawan yang tersisa berusaha menemui pimpinan kepolisian dengan sedikit diplomatis dan koperatif.


Pihak kepolisian meminta Rey dan pimpinan gerakan yang tersisa untuk membubarkan massa aksi sebagai jaminan agar Lani, Anwar dan Udding yang di tahan bisa segera di bebaskan. Rey dan yang lainnya kemudian berkoordinasi singkat dan sepakat untuk membubarkan massa aksi.


Massa aksipun di arahkan ke kampus UTS sebagai titik yang setidaknya lebih aman dan kondusif, beberapa orang ditugaskan Rey untuk mendata ulang massa aksi dan memastikan semuanya aman dan dalam pantauan. Sebagiannya lagi membeli makanan dan obat-obatan.


Menjelang waktu Isya, massa aksi berkumpul di aula kampus dengan kelelahan dan beberapa dari mereka mengalami luka ringan. Di tempat yang sama, Rey dan elit gerakan lainnya, berusaha berkomunikasi lewat panggilan telfon dengan pihak kepolisian terkait nasib kawannya yang masih di tahan.


(Bersambung)


 

AI SAID

Berkomentarlah dengan tidak mengandung unsur SARA, menyinggung kelompok gender tertentu apalagi klub sepak bola, please jangan lakukan itu.

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan tidak mengandung unsur SARA, menyinggung kelompok gender tertentu apalagi klub sepak bola, please jangan lakukan itu.

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama