Reka : Pelangi Cinta yang Tak Berwarna

Foto asli bersumber CNN Indonesia

Ica dan Uga adalah dua orang yang bersahabat sejak awal perkuliahan tahun 2015. Mereka bertemu pertama kali pada saat pertunjukan fashion show kucing yang diselenggarakan oleh Uga dari Jurusan Zoologi. Semua mahasiswa bebas mengikuti pertunjukan ini. Ica dari Jurusan Ilmu Psikologi ikut serta dalam pertunjukan. Kucingnya pada saat itu menjadi sorotan karena memiliki badan di atas normal kucing lainnya. Hal itu menarik perhatian Uga sebagai penyelenggara untuk mengetahui perawatan seperti apa yang dilakukan Ica hingga memiliki kucing sebesar itu, kucingnya mencapai berat 7 kg itu benar-benar di atas normal kucing lainnya. Sayangnya kucing mereka sama-sama betina dan tidak mungkin dikawinkan untuk mendapatkan anak kucing yang menggemaskan dari perankan kucing domestik dan Persia. Yah.. kucing mereka betina mereka harus bisa mencari kucing jantan lainnya untuk dikawinkan karena sangat tidak mungkin kucing mereka dikawinkan.

Petemuan itu menjadi awal pertemanan mereka di bangku kuliah. Mereka menjadi lebih sering bertemu karena memiliki kesukaan yang sama, di mana dan kapan pun bertemu pasti akan membahas kucing. Di mata Ica, Uga itu adalah teman yang sangat baik dan penyayang, tidak hanya penyayang terhadap hewan saja, dia juga sangat menyayangi lingkungan sekitarnya. Beberapa bulan bertemu secara intens membuat Uga tidak hanya akan membahas kucing jika bertemu dengan Ica, tapi dia juga menggali apa yang disukai dan tidak disukainya. Ica sering mendapatkan pertanyaan-pertanyaan Uga seperti ‘Kegiatan apa yang bisa membuat moodmu menjadi meningkat’, ‘weekend kamu akan menghabiskan waktu dengan siapa’. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu membuat pertemanan mereka menjadi lebih dekat dan mengenal satu sama lain.

Suatu hari Uga mengajak Ica ke rumahnya. Rumah yang memiliki halaman luas dan tanaman-tanaman yang berjejer rapi mengelilingi tembok pagar itu terlihat sangat tertata dan cantik. Itulah pemandangan sudut terbaik rumah Uga. Ternyata tidak hanya itu, di halaman luas itu ada sosok yang sedang sibuk menata bunga-bunga berdasarkan tinggi bunganya. “Pasti dia yang merawat semua tanaman itu menjadi lebih rapi dan tertata” ujar Ica sambil memandang seseorang yang ada di depannya. “Iya, itu Kakakku”. Jawaban Uga bagaikan angin lewat di telinga Ica karena dia terpaku dengan apa yang dilihatnya. Dari kejauhan saja Ica bisa merasakan kesegaran yang ada pada orang di depannya. Badan yang bugar dan kulit putih bersihnya itu mengalihkan perhatian Ica hal itu membuat Uga yang dari tadi bertanya Ica mau minum apa dia tidak menghiraukannya, “Mau minum apa, Ca?..Ica?” tanya Uga sambil menyentuh lembut tangan Ica yang sedang memegang dagu layaknya orang yang sedang serius dengan apa yang dia lihat. “Ahh.. iya iya.. kamu ngomong apa tadi?” jawab Ica. “Kakakku memang seperti itu jangan heran yah. Dia memiliki dua hobi yang berbeda jauh tetapi selalu melakukannya di halaman ini”. “Apa.. apa? Kakak mu punya hobi apa?” tanya Ica penasaran. “Selain menata bunga Kakak juga suka latihan Boxing. Itu di sana samsak boxing milik Kakak” jawab Uga sambil menunjuk samsak di sudut halaman rumahnya. “Aku tidak seperti Kakak yang sangat rapi dalam segala hal dan suka olahraga pukul-pukul itu, aku hanya suka memelihara kucing seperti kamu, Ca” lanjut Uga. “Wah kakakmu benar-benar keren, Aku suka orang yang seperti Kakakmu” sahut Ica yang sedari tadi tidak pernah berpaling dengan apa yang dia lihat. 

Setelah pertemuan mereka hari itu, membuat Ica selalu ingin bertemu dengan Uga. Alasan apapun akan Ica berikan untuk bisa bertemu dengannya, entah itu tugas kampus yang dia tidak mengerti, atau perihal kucingnya yang tidak mau makan. Hal itu membuat Uga memberikan perhatian lebih kepadanya. Dia selalu mengajak Ica nonton film di bioskop “Ica minggu ini kita nonton gimana?”, ketika Ica ingin datang ke rumahnya Uga akan selalu siap untuk menjemputnya “Uga aku ingin ke rumahmu, aku bosan berada di rumah” “Oke, aku akan segera menjemputmu” dan mereka juga selalu menyempatkan untuk makan bersama di rumah Uga ataupun di kantin kampus mereka. Hal-hal itu menjadi pemanis dalam persahabatan mereka. Setelah banyak waktu yang mereka jalani bersama membuat Uga dengan jantan mengungapkan perasaannya kepada Ica.

Baca Juga Reka : Paradoks Cinta

Siang itu di kantin kampus, Ica dan Uga sedang duduk berdua di sebuah kursi, di hadapan mereka ada meja yang di atasnya sudah ada berbagai makanan kesukaan Ica seperti bakso, mie ayam, nasi rawon dan masih banyak lainnya. Semua makanan itu adalah makanan yang biasa mereka makan di kantin kampus. Ica yang melihat itu heran karena baru saja mereka duduk tapi makanan yang biasa mereka makan sudah tersusun rapi di meja. “Kamu yang memesan ini semua?” tanya Ica sambil melihat satu persatu makanan yang ada di meja itu. “Iya.. aku memesankan ini semua untukmu”. “Hari ini aku belum berulang tahun tapi kenapa ini semua ada? Untuk merayakan apa?” tanya Ica yang berusaha untuk tahu apa maksud Uga menyediakan semua yang ada di hadapan mereka untuknya. Tanpa basa basi Uga langsung menyatakan perasaannya kepada Ica.

“Kamu maukan kalau kita lebih sering bertemu setelah hari ini. Mengurus kucing bersama, makan dan jalan bersama seperti hari-hari kemarin. Jadi pacarku, Ca. Maukan?” tanya Uga sembari menatap mata Ica. Ica yang merasa Uga adalah sahabat yang sudah dia anggap sebagai saudara itu membuatnya menolaknya secara halus agar persahabatan mereka tidak selesai hanya karena ada diantara mereka yang mengungkapakan perasaaan. “Aku rasa persahabatan kita ini sudah cukup seperti hubungan saudara Uga. Aku tidak bisa membangun perasaan baru lagi untukmu. Aku hanya ingin kita selalu bersahabat selamanya tanpa ada yang merasa tersakiti diantara kita” jawab Ica yang berusaha meyakinkan Uga tentang bagaiamana perasaan Ica terhadapnya. “Kamu memiliki kepribadian yang bagus, kamu baik, perhatian pada sekitarmu, sabar, semua itu tentu akan bisa mempertemukanmu dengan orang yang tepat. Lagi pula aku juga sudah menyukai orang lain” lanjut Ica memperjelas alasannya menolak Uga. Uga hanya terdiam, tatapannya kosong, matanya sedikit berkaca-kaca menunjukkan bahwa dirinya benar-benar kecewa dengan pernyataan Ica. “Siapa orang yang kamu sukai itu?, aku pikir selama in kita jalan bersama kamu juga menyukaiku” tanya Uga memperjelas jawaban Ica. “Kamu itu sudah lebih dari seorang pacar, kamu selalu ada untukku begitupun sebaliknya. Itu yang membuatku tidak bisa membangun perasaan lebih karena aku tidak ingin kehilangan sosok sahabat yang sudah ku anggap saudara hanya karena persoalan cinta” jelas Ica menanggapi pertanyaan Uga. “Hmm… kalau memang begitu apakah kita masih bisa berteman seperti biasanya? Karena aku merasa nyaman berada di dekatmu” tanya Uga pelan kepada Ica. “Iya tentu. Kita tidak boleh memutuskan persahabatan kita hanya karena hari ini” jawab Ica kembali meyakinkan Uga tentang keputusannya menolak perasaan.

Setelah pertemuan mereka di kantin itu tidak mengubah sikap Ica yang selalu ingin ke rumah Uga untuk bermain bersama, Uga juga masih sama. Sore itu Ica ingin pergi ke rumah Uga dan Uga seperti biasanya dia akan selalu siap untuk menjemput Ica untuk datang ke rumahnya. Hal itu berlangsung hampir setiap jam kuliah mereka selesai. Namun jika bertemu Ica sudah jarang menanyakan hal-hal berkaitan dengan kucing-kucing mereka jika sudah berada di rumah Uga. Dia hanya akan bertanya perihal Kakak Uga. Di teras rumah Uga mereka duduk sambil menyantap cemilan yang disediakan Uga untuk Ica.

“Kakak biasanya pulang kerja jam berapa? Tanya Ica sambil membayakan Kakak Uga yang sedang merapikan tanamannya dan sedang memukul samsak boxingnya. Ica selalu larut dalam hayalannya jika berada di rumah Uga. Dia selalu membayangkan sosok yang sempurna ada pada diri Kakak Uga. “Karena Kakak kerja di Bank, mestinya sekarang sudah ada di rumah tapi sepertinya dia lembur hari ini” “Kakak itu kalau pulang kerja pasti akan langsung pulang ke rumah tepat waktu. Dia jarang menghabiskan waktu bersama teman-teman kantornya. Yah begitulah Kakak. Dia lebih sering berada di halaman rumah untuk melakukan hobinya” lanjut Uga. “Wah Kakakmu benar-benar orang yang Ideal yah untuk dijadikan pasangan. Aku benar-benar sangat suka kepribadian Kakakmu” jawab Ica yang masih larut pada sosok Kakak Uga yang begitu sempurna di matanya.

Baca Reka Lainnya Di Sini

Sesekali Ica akan mengirimkan hadiah untuk Kakak Uga sebagai bentuk terima kasih sudah menjadi seorang yang sempurna dalam wujud yang nyata, yang membuat Ica semakin hari semakin menyukai kepribadian Kakak Uga. Informasi terkait Kakak Uga selalu ia dapatkan melalui Uga. Hingga pada minggu sore itu Uga melihat ada sebuah kotak di halaman rumah, Uga berjalan menuju halaman dan melihat kotak itu ditujukan untuk siapa, dan ternyata kotak itu untuk Kakaknya. Tidak jelas dari siapa tapi yang pasti itu untuk Kakaknya. Dia membawa kotak itu masuk ke dalam rumah dan segera mengantarkannuya pada Kakaknya. “Kak.. ini ada paket untuk Kakak” ujarnya sambil memberikan kotak paket itu kepada Kakak yang ada di kamarnya, Kakaknya terlihat sibuk menata kamarnya menjadi lebih rapi dan bersih. Kamar yang bernuansa abu-abu yang di dominasi dengan warna putih itu didalamnya terlihat buku tersusun rapi sesuai dengan warnanya, di setiap sudut kamar Kakak Uga ada bunga yang membuat kamarnya wangi tanpa pengharum ruangan buatan, kamar yang setiap sisinya sangat tertata rapi. Semua itu mencerminkan Kakak Uga benar-benar orang yang perfeksionis. Itulah yang membuat Ica benar-benar menyukai sosok Kakaknya. “Ini dari siapa? Tanya Kakak Uga sambil menerima kotak paket yang diberikan oleh Uga. “Aku juga tidak tau, yang jelas ini untuk Kakak karena di surat itu jelas tertulis nama Kakak” jawab Uga sambil berbalik keluar dari kamar Kakaknya.

Keesokan harinya Uga yang masih ada di meja makan untuk melakukan sarapan paginya itu diberikan kotak paket yang kemarin dia berikan kepada Kakaknya. “Kembalikan ini pada Ica, temanmu yang selalu datang ke rumah. Kasih tau dia aku tidak bisa menerima ini, suruh dia pergi untuk konsultasi kesehatannya” ujar Kakak sambil meletakkan kotak paket itu di dekat Uga. “Kenapa dengan Ica? Dia sakit? Lalu kotak ini dari dia? Kenapa dia tidak menitipkannya padaku untuk kuberikan pada Kakak? Tanya Uga pada Kakaknya. Setelah meletakkan itu dan mendengar pertanyaan Uga, Kakak berlalu meninggalkan Uga yang sedang sarapan.

Ica yang sudah ada di kampus menunggu Uga. Dengan perasaan tidak sabar akan memberitahukan Uga siapa orang yang dia sukainya membuatnya mondar-mandir di koridor tempat mereka selalu bertemu. Dia sesekali tersenyum sumringah ketika membayangkan orang yang di sukai itu. “Ica..!” teriak Uga dari ujung koridor. Terlihat Uga membawa kotak yang dia berikan pada Kakaknya Uga kemarin. “Hey..” jawab Ica sambil melambaikan tangan dan berpikir kenapa kotak itu ada sama Uga dan kenapa dia membawanya ke kampus. “Ini dari Kakak” ujarnya sambil memberikan kotak paket itu. “Kakakmu tidak suka itu?” jawab Ica lemas karena sepertinya apa yang dia lakukan untuk mendapatkan Kakak Uga sepertinya gagal. “Uga sebenarnya aku sudah lama menyukai Kakakmu” Ica menghela nafas setelah menyampaikan perasaannya, ungkap Ica tentang perasaannya selama ini membuat Uga heran dan tidak percaya. “Kakakku? Kamu serius? Kakakku itu perempuan” tanyanya penuh dengan ketidak percayaan bahwa orang yang selama ini dia sukai ternyata menyukai sejenisnya. “Perasaanku tidak bisa dikontrol setelah bertemu Kakakmu yang bagiku dia adalah sosok yang sempurnya untuk dijadikan pendamping hidup, maafkan aku Uga tidak memberitahumu dari dulu”.

Kakak Uga yang menolak perasaan Ica itu membuatnya sedih karena perasaannya tak terbalaskan, tapi Ica juga tidak bisa memaksakan Kakak Uga untuk membalas perasaannya, karena Kakak Uga seperti halnya perempuan lain yang menyukai pria, seperti perempuan straight pada umumnya.


Lilis Kurnia
Mahasiswa semester 7 Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Parepare. Penulis bisa dihubungi melalui IG @lskurnia

Berkomentarlah dengan tidak mengandung unsur SARA, menyinggung kelompok gender tertentu apalagi klub sepak bola, please jangan lakukan itu.

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan tidak mengandung unsur SARA, menyinggung kelompok gender tertentu apalagi klub sepak bola, please jangan lakukan itu.

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama